Keris Kyai Prenjak - Hal 004

“ Kalian masuklah ke rumah dan lindungi Nyai Jogoboyo dan Sadewo, aku sendiri yang akan menghadapi musuh yang datang itu.”
Keempat pengawal yang jauh-jauh memang sudah mengkeret nyalinya mendengar suara yang menggidikkan itu, segera masuk ke dalam rumah.
“ Ha..hahaha..Ki Wongso…selamat bertemu lagi…hahahaha..”
Mendadak sesosok bayangan merah berkelebat dan berdiri di tengah halaman.
“Hmmm…Banaspati…sepuluh tahun lebih tidak bertemu, nyatanya kepandaianmu sudah maju semakin pesat saja. Kali ini apa yang kau andalkan sehingga berani datang kembali ke Kademangan Gondang Winangun hah..?”
“Babooo…babooo..sombong sekali kau Ki Wongso….dulu kau bisa melukai aku hanya karena main keroyok saja. Tapi sekarang Ki Demang Manyuro sudah binasa. Maka saatnya segera kaupun harus menyusulnya…huahahaha”
Memang sekitar sepuluh tahun lali, Banaspati sempat malang-melintang sebagai perampok yang sangat ditakuti di seantero kadipaten Sumbersari. Tapi pada suatu ketika, gerombolan Banaspati hendak merampok di Kademangan Gondang Winangun. Disinilah dia ketemu batunya, karena menghadapi keroyokan Ki Jogoboyo atau Ki Wongso dan Ki Demang Manyuro yang berilmu tinggi. Saat itu semua anak buahnya bahkan berhasil ditumpas oleh pasukan kademangan yang dibantu oleh pasukan dari kadipaten. Dan Banaspati sendiri meskipun berhasil melarikan diri, tapi menderita luka-luka yang cukup parah. Sejak saat itulah dia tidak pernah muncul lagi.
“Hehhh..keparat kau Banaspati, majulah…jangan kau kira aku takut menghadapimu sendirian”
“Ki Wongso…rasakan kehebatan Golok Sambernyowo-ku…hiaaatttt..!!!!”
Dengat cepat Banaspati mengayunkan golok pusakanya, tapi dengan sigap pula,Ki Jogoboyo segera memapakinya dengan tombak Kyai Jalu..
Trannngggggg…..
Ki Jogoboyo terdorong ke selangkah kebelakang,sementara Banaspati hanya tergetar akibat benturan kedua senjata mereka.
Tanpa menunda lagi, Banaspati segera menyerang kembali dengan jurus-jurus Golok Pencabut Nyawa-nya yang sangat cepat dan ganas.
Ki Jogoboyo juga segera mengimbanginya dengan permainan jurus Tombak Pembunuh Naga-nya.
Tapi kali ini Ki Jogoboyo menghindari benturan langsung dengan golok lawan, karena ternyata dari segi tenaga sakti, dia masih kalah setingkat dengan Banaspati.
Keduanya bertempur mati-matian. Golok Banaspati yang sangat ganas berkali-kali mengancam nyawa Ki Jogoboyo. Akan tetapi sejauh ini jurus-jurus tombak Ki Jogoboyo masih bisa mengimbangi serangan lawan. Hal ini membuat Banaspati semakin kalap. Sepuluh tahun lamanya dia berlatih keras sehingga ilmunya meningkat jauh, tapi ternyata Ki Jogoboyo masih bisa melayaninya. Apa jadinya kalau Ki Demang Manyuro masih hidup, pasti dia akan mereka robohkan. Maka Banaspatipun segera menyerang dengan lebih ganas. Kali ini serangan goloknya sesekali diselingi dengan pukulan telapak beracunnya yang ganas. Telapak tangan kirinya berubah warna menjadi merah darah. Itulah Pukulan Telapak Darah yang dia banggakan. Barangsiapa yang kena pukulannya, maka jangan harap dia bisa hidup lebih lama, karena pukulan itu mengandung hawa beracun yang sangat ganas. Tapi Ki Jogoboyo bukannya tidak mempunyai ilmu simpanan. Ajian andalan perguruan Karangnongko, yaitu Ajian Cokrobirowo yang sudah dikuasainya mampu mengimbangi serangan Banaspati. Apalagi sinar putih yang keluar dari Kyai Jalu juga ternyata membawa perbawa hawa dingin yang menusuk tulang membuat Banaspati menjadi kerepotan.
“Keparat kau Ki Wongso, sekarang kau rasakan ajian simpananku….Ajian Teluhbrojo…ciaaatttt..!!”
Tiba-tiba Banaspati menyimpan goloknya dan melancarkan ajian pamungkasnya.
Mau tak mau Ki Jogoboyopun segera memapakinya dengan ajian Cokrobirowo dengan sepenuh tenaganya…
Blaaaaarrrr…!!!!!!!
Banaspati dan juga Ki Jogoboyo terlempar kebelakang akibat benturan tenaga sakti itu.
Dari sudut bibir Ki Jogoboyo menetes darah segar pertanda dia menderita luka dalam yang cukup parah.
Sementara wajah Banaspati terlihat pucat dan dadanya sesak…
“Huh…rasakan kau Ki Wongso…kau sudah terkena ajian Teluhbrojoku…hahaha…jangan harap kau bisa hidap lebih dari tiga hari lagi…hahahaha..”
Pada saat itulah dua sosok bayangan berkelabat cepat menghampiri, rupanya Surapati dan Tunggulwulung, dua murid padepokan Karangnongko.
“Kakang Jogoboyo apa yang terjadi…???!!!”
“Ughhh…aku telah terluka oleh si keparat Banaspati itu…kalian berhati-hatilah….diapun kukira juga sudah terluka oleh aji Cokrobirowoku….!!””
Surapati dan Tunggulwulung segera melompat menghadapi Banaspati.
“Huh…bayi kemaren sore jangan banyak lagak…aku pasti akan datang kembali untuk mencabut nyawa kalian…huahahaha…!!”
Banaspati berkelebat cepat meninggalkan halaman rumah Ki Jogoboyo. Ketika Surapati dan Tunggulwulung hendak mengejarnya, Ki Jogoboyopun melarang.
“Jangan dikejar…bedebah itu masih tetap berbahaya…”
Pada saat itulah terdengar derap puluhan kuda mendatangi.
Ternyata Jalak Ireng bersama puluhan pengawal kademangan.
Jalak Ireng kaget sekali melihat keadaan Ki Jogoboyo yang terluka dalam.
“Kakang…siapakah yang telah melukaimu…??”
“Baru saja Banaspati datang kesini dan bertempur denganku. Ternyata kepandaiannya semakin hebat saja. Aku telah berhasil dilukainya. Kau harus perketat penjagaan kademangan, dan suruh orang untuk menjemput Ki Jampi untuk mengobatiku….huakkkhh…”
Ki Jogoboyo memuntahkan darah berwarna hitam dan tak sadarkan diri.
Beramai-ramai mereka menggotong tubuh Ki Jogoboyo kedalam rumah.

Kademangan Gondang Winangun menjadi geger.
Jagoan utama benteng kademangan terluka berat oleh Banaspati.
Jalak Ireng segera mengambil alih kepemimpinan. Penjagaan kademangan semakin diperketat.
Seluruh penduduk laki-laki harus turut serta dalam pengamanan kademangan. Anak murid perguruan Karangnongko yang berada disanapun tak henti-hentinya memberikan pelatihan kanuragan pada para pemuda kademangan.
Tiga hari mendatang, mereka akan menghadapi lawan, dan disitulah akan ditentukan kelangsungan hidup mereka dan juga Kademangan Gondang Winangun.
Ki Jampi pun menjadi sangat sibuk mengobati Ki Jogoboyo. Pukulan beracun Teluh Brojo sebagai ilmu simpanan Banaspati ternyata sangatlah ganas. Luka dalam beracun itulah yang sekarang sedang diusahakan untuk mengobatinya. Ki Jampi bekerja keras dengan dibantu oleh beberapa orang penduduk yang sedikit mengetahui ilmu pengobatan.

Sementara itu di gerbang selatan kademangan, nampak beberapa pemuda dengan bersenjata tombak dan golok nampak berjaga-jaga di depan pintu gerbang..
Di sebuah pendopo kecil yang berfungsi sebagai pos penjagaan, nampak berkumpul tak kurang dari tigapuluh orang yang sedang beristirahat,sebagian lainnya nampak sedang berbincang-bincang.
Mereka sedang membicarakan kejadian yang menimpa Ki Jogoboyo tadi malam.
Pimpinan penjaga di gerbang selatan ini adalah Ki Jenawi yang masih kerabat Ki Wongso atau Ki Jogoboyo. Disini juga terdapat Tohjoyo, seorang murid Perguruan Karangnongko yang diperbantukan untuk menjaga keamanan kademangan Gondang Winangun. Tohjoyo adalah seorang pemuda tinggi kurus dan bermata tajam. Dia adalah murid kesayangan Ki Gede Mantingan, yang merupakan salah satu ketua Perguruan Karangnongko. Ki Gede Mantingan terkenal karena selain menguasai ilmu-ilmu utama perguruan, juga memiliki kelebihan dalam hal penggunaan senjata sepasang pedang pendek. Bahkan Ki Gede Mantingan menciptakan sendiri ilmu pedang Kitiran Sewu yang sangat cepat dan ganas. Semua murid-muridnya mendapatkan pengajaran ilmu pedang ini, disamping ilmu-ilmu utama perguruan Karangnongko. Dan Tohjoyo adalah murid yang paling disayang dari Ki Gede Mantingan. Maka tak heran jika Tohjoyo sangatlah mahir dalam ilmu pedang Kitiran Sewu ini. Di pinggang kiri dan kanannya selalu tergantung sepasang pedang pendek yang sangat tipis. Sangat cocok untuk memainkan ilmu pedang Kitiran Sewu itu.Nampak Tohjoyo seang berbincang dengan Ki Jenawi, ketika tiba-tiba dari depan pintu gerbang terjadi keributan hebat. Puluhan orang tiba-tiba menyerbu para penjaga, maka segeralah terjadi pertemburan hebat. Para penjaga lain yang berada didalam pos penjagaanpun segera berlompatan membantu. Jumlah penyerbu kira-kira duapuluh orang. Para penjaga gerbang selatan dipimpin oleh Ki Jenawi berhasil menahan serbuan itu. Sementara Tohjoyo dan beberapa orang lainnya berdiri mengawasi keadaan.
“ Kalian waspadalah, mungkin serbuan ini hanya pancingan saja. Lepaskan satu panah sanderan untuk memperingatkan yang lain “
Tak lama kemudian, terdengar suara mendengung panah sanderan berapi dilepaskan ke angkasa memecahkan kesunyian pagi itu.
Mendengar hal ini, tiba-tiba salah seorang penyerang bersuit panjang, dan tak lama kemudian merekapun berlompatan melarikan diri.
“ Jangan dikejar….brangkali ini hanya pancingan saja…
Kembalilah ke pos penjagaan masing-masing dan waspadalah “
Ki Jenawi mengampiri Tohjoyo yang sedang sibuk mengatur para penjaga.
“ Adi Tohjoyo, sungguh penasaran sekali aku…..kenapa mereka berani menyatroni kademangan pada pagi hari…??? Sungguh kurangajar sekali mereka”
“ Mungkin mereka hanya mau mengukur kekuatan kita saja Ki Jenawi. Agar mereka bisa memperkirakan kekuatan pertahanan kita saat penyerbuan dua hari lagi”
Terdengar derap langkah beberapa kuda mendatangi.
Ternyata Jalak Ireng dan beberapa pengawal kademangan datang menghampiri.
“ Ada apa Ki Jenawi…Adi Tohjoyo…???”
“ Barusan, sekitar duapuluh orang menyerbu kemari, rasanya mereka hanya mencoba kekuatan kita Jalak Ireng”
“ Hmmhh…kurang ajar, kalau begitu aku akan menyampaikan pada pos penjagaan lainnya untuk waspada.
Sebaiknya kalian yang tidak sedang giliran jaga, beristirahatlah, supaya tenaga kalian bisa tetap terjaga. Kau akan nganglang ke tempat lain”
Jalak Ireng segera memacu kudanya, diikuti oleh sekitar sepuluh pengawal kademangan.
“ Ki Jenawi, aku akan pergi untuk berjaga pendem di tempat yang agak jauh dari pintu gerbang., supaya bisa memberikan peringatan kalau ada musuh menyerang “
“ Baiklah adi Tohjoyo…berhati-hatilah…dan sebaiknya kamu bawa beberapa orang bersamamu, supaya ada yang membantumu kalau diperlukan “
“ Tidak perlu Ki Jenawi, aku akan pergi sendiri supaya bisa lebih leluasa. Tenaga mereka justru diperlukan disini. Nah aku berangkat sekarang “
Tohjoyo segera berjalan meninggalkan pintu gerbang selatan. Di depan gerbang selatan menghampar persawahan penduduk yang saat itu sedang ditanami ketela, sehingga memungkinkan bagi Tohjoyo untuk bersembunyi di sawah sambil berjaga-jaga.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Hello. This post is likeable, and your blog is very interesting, congratulations :-). I will add in my blogroll =). If possible gives a last there on my blog, it is about the Monitor de LCD, I hope you enjoy. The address is http://monitor-de-lcd.blogspot.com. A hug.

Julius mengatakan...

Cersil ini pernah saya baca saat masih sekolah smp tahun 1984 tapi ingin membaca cersil in lagi

Anonim mengatakan...

Dulu aku penggemar sandiwara radio
Tokoh utama Sangaji ,oleh Fery Fadly
Jaman itu ,aku baru klas 2 SMA