Pendekar Gelandangan 006

Pendekar Gelandangan

Karya: Khu Lung

06

"Punya uang tak boleh royal, bukankah keadaan semacam ini tak berbeda jauh dengan orang yang tak beruang?"

Sekali lagi Yan Cap-sa tertawa setelah mendengar perkataan itu.

Ia benar-benar amat menyukai bocah ini, tapi ia lupa untuk memikirkan soal lainnya......

Ia lupa kalau diapun ingin membinasakan ayah dari si bocah itu......... bahkan sangat ingin.

Lima puluh laksa tahil perak, yaa! Dengan surat hutang itu ia dapat menerima suatu jumlah uang yang sangat besar, tapi si Memuakkan memasukkan nota tersebut dengan begitu saja ke dalam sakunya, seakan-akan dia menganggap kertas itu sebagai selembar kertas tak terpakai.

"Walaupun sekarang aku tak punya uang, tapi setiap saat aku bisa mempunyai uang", kata Yan Cap-sa.

"Aku mengerti, kalau tidak buat apa surat hutangmu musti kuterima.........."

"Setiap saat kau berjumpa denganku, boleh kau minta uang tersebut dariku!"

"Aku tahu!"

"Oleh karena itu, surat tanda hutang itu musti kau simpan sebaik-baiknya agar jangan sampai hilang!"

"Kalau sampai hilang, anggap saja kau yang beruntung dan aku yang lagi sial, tiada sesuatu yang luar biasa"

Sambil mengerdipkan matanya, kembali bocah itu melanjutkan:

"Seperti juga bila kau cepat mampus, akupun hanya bisa mengakui kesialanku sendiri, sebab manusia semacam kau memang bisa mampus setiap saat"

Yan Cap-sa tertawa tergelak.

Ia benar-benar tertawa tergelak, tapi bagaimanakah perasaan sesungguhnya?

Siapa yang tahu?

Manusia yang hidup dalam dunia persilatan ibaratnya daun yang terhembus angin puyuh, setiap saat daun tersebut kemungkinan rontok dan mati................

Ketika ia menyelesaikan gelak tertawanya, si Memuakkan baru berkata:

"Sahabatmu itu pergi ke belakang bukit sebelah depan sana!"

"Mau apa ke sana?"

"Tampaknya mau beradu jiwa!"

"Beradu jiwa? Beradu jiwa dengan siapa?"

"Agaknya seorang bocah keparat yang memakai huruf Ping sebagai namanya.....!"

Mungkinkah Cho Ping?

Mungkinkah selama ini dia selalu membuntuti perjalanannya? Mungkinkah dia yang telah membayar semua rekening buat mereka?

Kalau memang benar, mengapa ia mencari si Burung Gagak untuk diajak beradu jiwa?

Yan Cap-sa tidak menguatirkan keselamatan si burung gagak, ia tahu Cho Ping masih bukan tandingan si burung gagak.

Tapi, dugaan ini ternyata keliru besar.

ooo)O(ooo

Rumput-rumput di tebing belakang sana sudah pada layu, tapi darah yang menodainya tampak merah segar.

Itulah darahnya si burung gagak.

Si gagak sudah roboh, roboh terkapar diantara rumput-rumput yang layu, darahnya membasahi rerumputan, menodai pula pakaiannya.

Darah itu meleleh keluar dari tenggorokannya hanya tiga inci dari tempat yang mematikan.

Justru karena masih ada selisih tiga inci, maka ia masih hidup hingga kini.

Siapakah yang melukainya?

"Apakah Cho Ping?", tegur Yan Cap-sa sambil memburu ke depan.

Si burung gagak mengangguk.

"Apakah kau yang sengaja mengalah kepadanya?", kembali Yan Cap-sa bertanya dengan wajah terperanjat.

Si burung menggeleng.

Yan Cap-sa lebih terperanjat lagi, jelas hal ini sudah terjadi, tapi ia masih belum mempercayainya.

Si burung gagak tertawa getir, katanya:

"Aku tahu kau tak akan percaya, bahkan aku sendiripun tidak percaya, aku pernah menyaksikan bocah keparat itu turun tangan"

"Tapi kau....."

"Sebenarnya aku mempunyai keyakinan untuk merobohkannya dalam tiga jurus, bahkan aku seyakin-yakinnya"

"Tapi sekarang yang roboh justru adalah kau sendiri!"

"Ya, itulah disebabkan oleh kesalahanku sendiri!"

"Kesalahan dalam bagian yang mana?"

"Aku pernah menyaksikan ia turun tangan, perubahan jurus pedangnya juga telah kupahami, ilmu pedang aliran Thiam-cong tak nanti sanggup untuk melukaiku"

"Jadi ilmu pedang yang digunakan bukan ilmu pedang Thiam-cong-pay?"

"Pasti bukan!"

"Lalu ilmu pedang apa yang dia gunakan?"

"Aku tidak tahu"

"Masa kaupun tak dapat mengetahuinya?"

"Perubahan jurus tersebut bukan saja tak dapat kupahami, bahkan membayangkanpun tidak"

"Hanya satu jurus? Hanya satu jurus saja kau telah terluka di tangannya.....", Yan Cap-sa tidak percaya.

"Ya, sekalipun kau yang menghadapinya, kaupun tak dapat menyambut serangan tersebut!", jawab si gagak dingin.

Tiba-tiba ia menghela napas panjang, tambahnya:

"Hingga kini aku masih belum dapat membayangkan, siapakah di dunia ini yang sanggup menerima serangan tersebut?"

Yan Cap-sa tidak bersuara lagi.

Tapi tubuhnya sudah mulai melakukan suatu gerakan.

Ya, suatu gerakan yang begitu lambat dan begitu indah, selembut hembusan angin yang sedang menyambar lewat.

Kemudian pedangnya itu pelan-pelan menusuk ke depan.

Pedang itu menusuk datang dari suatu arah yang tak terbayangkan, setelah menusuk ke luar tiba-tiba diikuti pula dengan suatu perubahan yang tak dapat dibayangkan sebelumnya.

Dengan terkejut si gagak memandang ke arahnya, lalu berteriak keras:

"Betul, jurus serangan inilah yang dia pergunakan!"

ooo)O(ooo

Rerumputan telah mengering, darah telah mengering.

Yan Cap-sa duduk termenung di hadapan si burung gagak.

"Darimanakah kau bisa mengetahui kalau jurus itu yang ia gunakan?", tanya si burung gagak ingin tahu.

"Karena hanya serangan itu yang mampu mengalahkan dirimu!", jawaban Yan Cap-sa amat lirih.

"Sudah jelas jurus serangan itu bukan jurus pedang aliran Thiam-cong-pay, juga bukan ilmu pedangmu!"

"Tentu saja bukan!"

"Lantas jurus serangan milik siapakah itu?"

"Seharusnya kau dapat menebaknya"

"Jadi, jurus itu milik Sam-sauya?"

"Kecuali dia siapa lagi?"

"Tapi paling sedikit kau bisa menggunakan jurus itu, Cho Ping juga bisa!"

Yan Cap-sa tertawa getir, ia tak menyangka Cho Ping secara diam-diam mencuri belajar pula serangan tersebut.

Waktu itu mereka terlalu memusatkan perhatiannya, hakekatnya mereka tidak memperhatikan kalau di dalam hutan masih ada orang lain.

Ia lebih-lebih tidak menyangka kalau Cho Ping akan mempergunakan si burung gagak untuk mencoba jurus pedangnya.

Tiba-tiba ia teringat akan satu persoalan.

Orang yang akan dicari Cho Ping berikutnya pasti adalah Cia Siau-hong.

Cia Siau-hong, Sam-sauya (Tuan muda ketiga) dari perkampungan Sin-kiam-san-ceng.

Siapakah yang dijumpai Yan Cap-sa dalam hutan? Secara bagaimana mereka bisa mempelajari ilmu pedang dari Sam-sauya?

Beberapa persoalan itu tidak ditanyakan si burung gagak, sebab ia cukup memahami manusia macam apakah Yan Cap-sa itu.

"Kalau kau ingin pergi ke Sin-kiam-san-ceng, cepatlah pergi, aku tetap tinggal di sini", demikian katanya.

Yan Cap-sa memang ingin cepat-cepat berangkat kesana, sebab bila Cho Ping dapat mencuri belajar jurus serangan dari Sam-sauya, berarti telah curi belajar pula jurus pemunah serangannya.

Ia benar-benar tak ingin menyaksikan orang lain menggunakan jurus pedangnya untuk memecahkan serangan dari Sam-sauya.

Sebab hak dan kebanggaan tersebut merupakan miliknya, sekalipun serangan tersebut tidak berhasil ia pecahkan, yang pantas mati adalah dia, bukan orang lain.

"Tapi kau sudah terluka, bila kutinggalkan seorang diri di sini......", mau tak mau dia harus berkuatir bagi keselamatan si burung gagak.

Burung gagak bukan jenis burung yang disenangi orang, diapun bukan orang yang bersedia menerima kebaikan orang.

Tentu tak banyak orang yang ingin membunuh si burung gagak.

Si burung gagak tertawa dingin, lalu katanya:

"Kau tak usah kuatir, aku tak mungkin mampus, yang harus dikuatirkan bukan aku melainkan kau sendiri"

"Aku sendiri?"

"Jarak dari tempat ini sampai ke telaga Liok-sui-ou tidak terlampau jauh, sepanjang jalan tak mungkin ada orang yang akan membayarkan rekening-rekeningmu lagi"

Cho Ping pasti sudah mendapatkan kereta yang paling nyaman dan paling cepat, jalan yang dilaluipun pasti merupakan jalanan yang paling cepat.

Seseorang yang "tong-pes" alias kantong kempes hanya bisa melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, sekalipun ia berhasil mendahului Cho Ping, setelah tiba di perkampungan Sin-kiam-san-ceng, satu-satunya orang yang bakal menderita kekalahan mungkin juga dia sendiri.

"Kecuali kau mempunyai nasib yang lebih baik", demikian si burung gagak berkata, "atau dalam waktu singkat dapat bertemu seseorang yang punya uang banyak, mengendarai kuda cepat, kemudian kau merampas uangnya dan merampas pula kudanya"

"Kau tak usah kuatir, pekerjaan semacam itu bukannya tak dapat kulakukan....", kata Yan Cap-sa sambil tertawa.

Si burung gagak ikut tertawa.

Tiba-tiba dua orang itu mengulurkan tangannya dan saling menggenggam dengan eratnya.

"Cepatlah pergi," kata si burung gagak lagi, "asal kau belum mati, pasti akan kusuruh seseorang untuk menghantarkan pedangku ini untukmu"

"Bukankah kau pernah berkata, seringkali seseorang yang sudah hampir mati bisa mempunyai nasib yang lebih baik?"

"Ya, aku memang pernah mengatakan demikian"

"Tampaknya nasib baikmu segera akan datang kembali"

ooo)O(ooo

Yang muncul adalah sebuah kereta kuda.

Kuda penariknya adalah kuda jempolan, kereta yang dihelapun kereta ringan, mereka datang sangat cepat.

Baru saja suara putaran roda dan ringkikan kuda kedengaran di tempat kejauhan sana, tahu-tahu kereta itu sudah muncul di tikungan bukit sebelah depan.

"Aku percaya pekerjaan semacam ini pasti dapat kau lakukan", kata si burung gagak.

"Tentu saja!"

Meskipun di mulut dia berbicara sok berpengalaman, padahal ketika benar-benar harus melaksanakannya, dia menjadi bingung.

Ia benar-benar tidak tahu bagaimana harus mulai menjalankan aksinya itu.....

Tiba-tiba saja ia merasa bahwa untuk menjadi seorang penyamun bukanlah suatu pekerjaan gampang segampang apa yang pernah dibayangkan dahulu.

Tampak kereta kuda itu melaju lewat dari sisi tubuhnya, tapi ia belum menunjukkan tanda akan melancarkan sergapan.

"Nasib mujur semacam ini tak mungkin akan berlangsung untuk kedua kalinya", kata si burung gagak dengan kening berkerut.

"Mungkin aku......"

Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba kereta kuda itu berhenti tepat di hadapan mereka.

Ia tidak melancarkan serangan, tapi kereta itu berhenti dengan sendirinya.

Dari dalam ruang kereta segera kedengaran seseorang berkata dengan suara yang parau dan aneh:

"Wahai orang yang buru-buru ingin melanjutkan perjalanan, silahkan naik ke atas kereta"

Si burung gagak memandang ke arah Yan Cap-sa dan Yan Cap-sa memandang ke arah si burung gagak.

"Orang yang memiliki nasib sangat mujur belum tentu akan sungguh-sungguh mati dalam waktu singkat"

Yan Cap-sa tertawa terbahak-bahak.

Pintu kereta sudah terbuka, ia melompat naik dan berkata sambil tertawa tergelak:

"Pokoknya kalau aku masih hidup, tanggung kau bisa berjumpa lagi denganku, sekalipun tak ingin bertemu juga tak bisa"

ooo)O(ooo

Siapakah yang berada dalam ruangan kereta itu?

Dalam ruang kereta yang bersih dan nyaman hanya ada seseorang, ia mengenakan jubah lebar berwarna hitam, kepalanya di bungkus dengan kain hitam dan mukanya mengenakan pula kain cadar berwarna hitam.

Yan Cap-sa duduk tepat dihadapannya, ia hanya mengajukan satu pertanyaan setelah berada di dalam kereta:

"Dapatkah kau angkut diriku ke puncak Cui-im-hong telaga Liok-sui-ou dengan waktu yang paling cepat?

"Dapat!"

Setelah mendengar jawaban tersebut, Yan Cap-sa menutup mulutnya. Bahkan sepasang matanya ikut pula dipejamkan.

Sebetulnya banyak persoalan yang ingin ditanyakan, tapi sekarang sepatah katapun tidak ditanyakan.

Ya, dia memang bukan seorang manusia bertipe ingin tahu.

Manusia berbaju hitam itu justru menaruh perasaan ingin tahu terhadap tamunya, dengan sepasang matanya yang tajam di balik kain cadar berwarna hitam, ia sedang menatapnya tanpa berkedip.

Jeli amat sepasang matanya itu.

ooo)O(ooo

Kereta kuda itu berjalan sangat cepat, selama ini Yan Cap-sa hanya pejamkan matanya rapat-rapat, entah tertidur entah tidak.

Ternyata ia tidak tidur.

Sebab sejak orang berbaju hitam itu mengeluarkan sebuah poci arak dari laci keretanya dan mulai minum, tenggorokannya ikut bergetar pula.

Orang yang sudah tertidur tak mungkin dapat mencium bau harumnya arak.

Sekulum senyuman seperti memancar dari balik mata orang berbaju hitam itu, dia mengangsurkan botol arak tersebut ke depan, lalu tegurnya:

"Mau minum seteguk dua tegukan arak?"

Tentu saja dia mau.

Di kala Yan Cap-sa mengeluarkan tangannya untuk menerima botol arak itu, keadaannya seperti orang hampir mati tenggelam yang tiba-tiba berhasil meraih sebuah balok kayu.

Akan tetapi sepasang matanya masih belum terbentang lebar.

Seandainya ia membuka matanya, maka dengan cepat akan ditemukan bahwa orang berbaju hitam itu mempunyai sepasang tangan yang sangat indah.

Bagaimanapun lembutnya seorang pria, jarang sekali mereka dapat memiliki sepasang tangan yang begini indah.

Padahal, perempuan sedikitpun jarang yang memiliki sepasang tangan seindah ini, jari-jari tangan yang runcing dan kurus, tapi panjang, dan kulit yang putih lagi halus.

Ketika Yan Cap-sa mengembalikan botol arak itu.....tentu saja botol yang sudah hampir kosong.

Tanpa sengaja tangannya telah menyentuh sepasang tangannya.

Untung dia masih mempunyai sedikit perasaan atau paling sedikit ia masih dapat merasakan bahwa sepasang tangannya begitu lembut, begitu halus dan menawan.

Tapi ia tidak menunjukkan reaksi apa-apa, seakan-akan kelembutan serta kehalusan tersebut tidak dirasakan olehnya.

Hampir setengah harian lamanya orang berbaju hitam itu menatapnya, tiba-tiba ia bertanya:

"Sesungguhnya kau ini manusia atau bukan?"

Suaranya masih separau dan seaneh tadi, padahal orang yang memiliki sepasang tangan sebagus itu tidak seharusnya mempunyai suara sejelek itu.

Ternyata jawaban dari Yan Yan Cap-sa sederhana sekali.

"Aku adalah manusia!"

"Apakah manusia hidup?"

"Ya, hingga detik ini aku masih hidup!"

"Tapi kau tidak ingin tahu siapakah aku?"

"Aku tahu kaupun seorang manusia, bahkan pasti seorang yang masih hidup"

"Cukupkah itu?"

"Cukup sekali!"

"Keretaku bukan kudapatkan dari mencuri, arak yang kau minum juga bukan kuperoleh dengan jalan mencuri, kenapa tanpa sebab tanpa musabab kau ku undang naik ke kereta, ku antar kau ke telaga Liok-sui-ou, bahkan mengundang kau minum arak pula?"

"Karena kau sedang senang!"

Jawaban itu membuat si orang berbaju hitam tertegun, bahkan tidak tanggung-tanggung tertegun sampai setengah harian, setelah itu ia baru tertawa cekikikan.

Sekarang suaranya telah berubah, ya berubah menjadi begitu merdu, begitu lengking dan menawan hati.

Kini, barang siapa merasa dirinya manusia, dia pasti akan tahu kalau orang itu adalah seorang perempuan, bahkan pasti seorang perempuan yang cantik dan menarik hati.

Setiap pria tentu senang menyaksikan perempuan yang cantik.

"Kau tidak ingin tahu siapakah diriku?", kembali orang berbaju hitam itu bertanya.

"Tidak ingin!"

"Kenapa?"

"Karena aku tak ingin mencari kesulitan bagi diriku sendiri"

"Jadi kau tahu kalau aku bakal mendatangkan kesulitan?"

"Bila tanpa sebab musabab seseorang mengundangku naik kereta dan menjamu minum arak kepadaku, sedikit banyak orang itu pasti mempunyai penyakit"

"Ada penyakit? Atau ada kesulitan?"

"Bila seseorang mempunyai penyakit, maka sedikit banyak dia pasti akan mendatangkan kesulitan"

Kembali orang berbaju hitam itu tertawa, suara tertawanya kedengaran semakin menarik hati.

"Mungkin setelah kau mengetahui siapakah aku, sekalipun bakal menimbulkan banyak kesulitan, kesulitan itu berharga untuk kau alami"

"Oya?!"

"Tentu saja, sebab aku adalah seorang perempuan yang cantik dan menawan hati, tentu selalu berharap agar orang lain ikut menyaksikan keindahannya"

"Oya?!"

"Bila orang lain menolak permohonannya dia pasti akan menganggap kejadian itu sebagai semacam cemoohan atau penghinaan, dia pasti akan merasa bersedih hati"

Pelan-pelan orang itu menghela napas panjang, terusnya:

"Bila seorang perempuan sedang bersedih hati atau kesal, kadangkala ia dapat melakukan segala perbuatan yang membingungkan!"

"Misalkan perbuatan apa?", tanya Yan Cap-sa.

"Misalnya, mungkin saja dia akan mengusir tamu yang telah di undangnya naik ke dalam kereta"

Yan Cap-sa mulai menghela napas.

Ketika ia mulai bernapas, sepasang matanya sudah dibuka......tapi hanya sekejap mata kemudian dipejamkan kembali, seakan-akan ia menjumpai setan mengerikan secara tiba-tiba.

Ya, karena yang terlihat olehnya sudah bukan seseorang yang terbungkus di balik kain hitam lagi.

Tentu saja yang dijumpainya ketika itu bukan setan.

Baik di langit maupun di bumi, mana mungkin bisa dijumpai setan yang menawan hati?

Ia telah menjumpai seorang perempuan.

Seorang perempuan yang betul-betul telanjang bulat, dari atas hingga bawah tubuhnya berada dalam keadaan polos, secuil kainpun tak kelihatan, semua bagian tubuhnya kelihatan jelas, begitu terang membuat orang merasa berdebar.

Tubuh itu begitu halus, begitu putih dan begitu lembut, sebagian besar berwarna putih pualam, tapi ada bagian-bagian tertentu yang berwarna hitam.

Belangkah dia? Tentu saja tidak!

Tapi mengapa ada bagian tubuhnya yang tertentu berwarna hitam? Entahlah...... mungkin sudah takdir sejak ia menjadi dewasa.

ooo)O(ooo

Tidak ada komentar: