Hal-002
Jalak Ireng memacu kudanya paling depan…
Di belakangnya mengikuti Surapati dan Tunggul Wulung…
Mereka bertiga adalah jago-jago kademangan yang merupakan tangan kanan Ki Jogoboyo.
Sebenarnya mereka bertiga masih terhitung adik seperguruan Ki Jogoboyo. Kebanyakan pemuda dari Kademangan Gondang Winangun berguru di Padepokan Karangnongko yang berada di kaki Gunung Merapi.
Nama Padepokan Karangnongko sendiri sangat terkenal sebagai satu perguruan silat yang terbesar di seantero Kadipaten Sumbersari. Banyak sekali prajurit dan perwira kadipaten yang merupakan anak murid Padepokan Karangnongko.
Ki Ageng Panuluh sebagai pendiri Padepokan Karangnongko sendiri sudah lama mengundurkan diri dan lebih memilih untuk mendekatkan diri pada Hyang Widi. Sementara untuk mengurus padepokan, dia menyerahkan pada putra tertuanya, yaitu Kyai Sentanu yang telah mewarisi sebagian besar ilmu dari ayahnya. Kyai Sentanu masih mempunyai tiga orang adik, yaitu Kyai Penjalin, Ki Gede Mantingan dan Ki Ronggo. Kyai Penjalin yang gemar mengelana, memilih untuk berkelana dan hanya sesekali pulang ke padepokan. Sedangkan Ki Gede Mantingan dan Ki Ronggo membantu Kyai Sentanu mengurusi Padepokan Karangnongko sehingga ditangan mereka bertiga, nama padepokan itu semakin jaya dan harum.
Ki Jogoboyo dan beberapa kepala pengawal kademangan adalah anak murid Padopokan Karangnongko.
Mereka rata-rata menguasai ilmu-ilmu kanuragan dari padepokan itu dan selama ini mereka bisa menjaga keamanan kademangan dengan baik.
Tapi satu kejadian mengerikan telah terjadi beberapa hari lalu. Pagi hari yang cerah setelah semalam hujan angin melanda kademangan. Seorang embank tiba-tiba menjerit histeris ketika menemukan tubuh Ki Demang Manyuro dan Nyai Demang tergeletak bermandi darah di ruang tengah. Seluruh ruang rumah induk kademangan porak-poranda isinya berserakan. Sepuluh pengawal yang malam itu berjaga di dalem kademangan juga tergeletak mati di beberapa sudut komplek kademangan.Sementara itu Niken Larasati, anak tunggal Ki Demang Manyuro lenyap tak berbekas. Hal ini tentu saja sangat mengherankan bagi Ki Jogoboyo sendiri, karena Ki Demang Manyuro bukanlah orang sembarangan. Dimasa mudanya, beliau pernah bekerja sebagai pengawal keluarga di dalem Kapatihan di Kotaraja Majapahit. Kemampuan oleh kanuragannya boleh dikatakan sudah tinggi. Beliau pernah seorang diri mengobrak –abrik sarang begal yang waktu itu meraja lela di alas jati tak jauh dari kademangan Gondang Winangun. Karena jasanya itulah kemudian Ki Manyuro diangkat sebagai Demang di Kademangan Gondang Winangun.
Ki Jogoboyo yang merupakan orang yang paling bertanggung jawab akan keamanan Kademangan Gondang Winangun tentu saja seperti kebakaran jenggot. Segera ia menyebarkan beberapa rombongan pengawal kademangan untuk mencari jejak-jejak pembunuh itu. Ki Jogoboyo juga mengirim utusan ke bebrapa kademangan sekitar untuk meminta bantuan dalam mencari jejak pembunuh keluarga Ki Demang Manyuro. Tak lupa juga dikirimkan utusan ke Kadipaten Sumbersari untuk melaporkan kejadian tersebut, apalagi Ki Demang Manyuro masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan Kanjeng Adipati Tejokusumo. Dan untuk utusan menghadap Kanjeng Adipati ini, Ki Jogoboyo mempercayakannya pada Mahesa, yang dinilainya mempunyai ilmu kanuragan yang cukup dan juga mempunyai banyak kawan yang bekerja sebagai prajurit di kadipaten. Maka berita kepulangan Mahesa dengan luka-luka yang sangat parah membuat Ki Jogoboyo terkejut dan sangat murka. Dua orang tokoh penting kademangan yang menjadi tanggung jawabnya telah mengalami bencana. Maka dia segera memerintahkan tangan kanannya yaitu Jalak Ireng bersama limapuluh orang prajurit untuk mencari jejak orang yang telah melukai Mahesa. Bahkan dia juga menyuruh Surapati dan Tunggul Wulung, dua dari lima orang anak murid padepokan Karangnongko yg diutus oleh Kyai Sentanu untuk membantunya menyelidiki kematian Ki Demang Manyuro untuk mengikuti Jaka Ireng.
Rombongan Jalak Ireng memancu kuda mereka keluar dari gerbang utara dan menyusuri jalan lebar yang diapit oleh sawah lading untuk mencari jejak orang yang telah melukai Mahesa.
Malam purnama itu sangat terang sehingga mereka tidak memerlukan obor. Namun tak ada jejak apapun yang mereka temukan. Hanya tetesan darah Mahesa yang menetes sepanjang jalan dari mulai tepian alas jati sampai dengan depan pintu gerbang utara kademangan.
Maka Jalak Ireng memimpin rombongannya untuk kembali ke kademangan.
Sementara itu Ki Jogoboyo dengan diantar oleh Gajah Seto bersama tiga orang utusan padepokan Karang Nongko yaitu Buntaran, Tohjoyo dan Gupito sedang berkumpul di rumah Ki Jampi, orang tua ahli pengobatan di kademangan Gondang Winangun. Mereka menyaksikan sendiri kondisi Mahesa yang tergeletak tak berdaya dengan luka bacokan senjata tajam yang sudah dibaluri oleh obat-obatan. Mahesa sendiri masih belum sadarkan diri, sehingga belum bisa dimintai keterangan.
“Adi Buntaran…kau pergilah ke gerbang timur untuk membantu penjagaan disana. Adi Tohjoyo ke gerbang selatan dan Adi Gupito ke gerbang barat. Waspadalah kalian, aku merasa malam ini akan terjadi sesuatu. Dan kau Gajah Seto, kembalilah ke gerbang utara. Perketat penjagaan. Aku akan tetap berada disini untuk menunggui Adi Mahesa “
Tanpa menunggu perintah kedua kali, keempat orang itu segera berpencar keempat arah yang berlawanan.Hanya Gajah Seto yang menunggang kuda, sedangkan ketiga anak murid padepokan Karangnongko itu menggunakan ilmu ringan tubuh dan berkelebat cepat meninggalkan rumah Ki Jampi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar