Pendekar Gelandangan
Karya: Khu Lung
13
A-kit meronta dan ingin bangun duduk, tapi persendian tulangnya bagaikan ditusuk-tusuk oleh beribu-ribu batang jarum tajam, akibatnya sakitnya bukan kepalang.
Ia menghela napas panjang dan bergumam:
"Aaaai....selama dua hari ini aku pasti sudah mabuk, seperti seekor kucing mabuk!"
"Bukan mirip kucing mabuk, kau lebih mendekati seperti anjing yang mampus!", kata Han toa-nay-nay.
Lalu setelah menatapnya dengan pandangan dingin, ia menambahkan:
"Kau sudah mabuk selama lima hari!"
Sekuat tenaga A-kit menekan batok kepalanya, ia berusaha keras mengingat kembali dai benaknya, perbuatan apa saja yang telah dilakukan selama hari ini?
Tapi dengan cepat ia melepaskan niat tersebut. Ingatannya sekarang hanya kosong melompong, sebuah nol besar, bahkan lebih mirip dengan selembar kertas yang putih bersih, tiada sesuatu apapun yang tersisa.
"Kau datang dari luar daerah?", tanya Han toa-nay-nay kemudian.
A-kit mengangguk.
Benar, ia datang dari luar daerah, suatu daerah yang jauh sekali letaknya, demikian jauhnya tempat itu, sehingga hampir saja tidak teringat lagi olehnya.
"Kau punya uang?", kembali Han toa-nay-nay bertanya.
Kali ini A-kit menggelengkan kepalanya.
Tentang hal ini dia masih teringat jelas, sekeping uang perak terakhir yang dimilikinya telah ia gunakan untuk membeli arak.
Tapi dimanakah ia minum sampai mabuk? Jawaban tersebut sudah dilupakan sama sekali.
"Akupun tahu kalau kau tidak punya", kata Han toa-nay-nay, "sebab kami telah menggeledah sekujur badanmu, kau hakekatnya lebih rudin daripada seekor anjing mampus"
A-kit memejamkan matanya, dia masih ingin tidur.
Pengaruh alkohol yang telah menyusup ke dalam tulang belakangnya membuat segenap tenaga dan kekuatannya punah, dia hanya ingin tahu.
"Masih adakah persoalan yang hendak kau tanyakan kepadaku?"
"Hanya ada sepatah kata", jawab Han toa-nay-nay dengan cepat.
"Katakan dengan cepat, aku sedang mendengarkan!"
"Buat seseorang yang tak mempunyai uang, dengan apakah ia hendak membayar rekeningnya?"
"Membayar rekening?"
"Ya, selama lima hari belakangan ini, kau sudah berhutang tujuh puluh sembilan tahil perak rekening arak!"
A-kit menarik napas panjang.
"Bukan suatu jumlah yang terlalu besar!", katanya.
"Ya, memang tidak terlalu besar, cuma sekarang setahil perakpun tidak kau miliki"
Kemudian dengan suara yang dingin ia melanjutkan:
"Bagi orang yang menunggak rekening, seringkali ada dua cara yang bisa kami lakukan?"
A-kit tidak member komentar, dia hanya mendengarkan dengan seksama.....
Han toa-nay-nay berkata lebih lanjut:
"Kau ingin dipatahkan sebuah pahamu? Ataukah dipatahkan tiga biji tulang igamu?"
"Terserah!"
"Kau tidak ambil perduli?"
"Aku cuma ingin cepat-cepat dipukul, kemudian seusainya aku hendak segera tinggalkan tempat ini!"
Han toa-nay-nay melongo, sinar matanya dipenuhi dengan perasaan ingin tahu.
Pemuda yang dihadapinya ini memang aneh sekali, siapakah orang ini sesungguhnya? Kenapa ia bisa bersikap begitu acuh, begitu masa bodoh terhadap keadaan?
Mungkinkah dalam hatinya terdapat sebuah simpul mati yang tak dapat dilepaskan? Atau mungkinkah ia mempunyai kisah sedih yang tak terlupakan?
Tak tahan lagi Han toa-nay-nay berkata:
"Kau begitu terburu-buru hendak pergi, kemana kau hendak pergi?"
"Aku tidak tahu!"
"Aaaah....masa kau tidak tahu ke mana hendak pergi?"
"Kemana aku sampai, disanalah yang aku tuju!"
Sekal lagi Han toa-nay-nay perhatikan wajahnya lama sekali, tiba-tiba katanya:
"Kau masih muda, dan lagi punya tenaga, kenapa tak mau bekerja untuk membayar hutang?"
Sorot matanya jauh lebih lembut dan halus, katanya lebih jauh:
"Kebetulan di tempat kami masih ada sebuah lowongan pekerjaan, setengah tahil perak sehari, apakah kau bersedia untuk melakukannya?"
"Terserah!"
"Apakah tidak kau tanyakan tempat apakah ini? Dan pekerjaan apa yang harus kau lakukan?"
"Aku tak ambil perduli, pokoknya ada pekerjaan kulakukan!"
Han toa-nay-nay tertawa terkekeh-kekeh, ditepuknya bahu anak muda itu keras-keras lalu katanya:
"Sekarang pergilah dulu ke dapur untuk mencari air panas dan bersihkan seluruh badanmu, keadaanmu kini mirip sekali dengan seekor anjing mampus, baunya lebih busuk daripada seekor ikan mampus"
Secercah senyuman tampak memancar dari balik sinar matanya.
"Barang siapa yang ingin bekerja di sini, sekalipun dia bukan manusia, paling sedikit harus berdandan mirip dengan manusia!", demikian katanya.
ooo)O(ooo
Dalam dapur penuh diliputi bau harum nasi dan kuah daging, ketika angin dingin berhembus lewat dari sana, terasalah angin tersebut jauh lebih hangat dan nyaman.
Petugas yang bekerja di dapur adalah sepasang suami-isteri. Yang laki-laki adalah seorang manusia tinggi besar yang bisu, sebaliknya yang perempuan kurus kecil, tapi galaknya seperti sebuah gurdi tajam.
Kecuali suami-isteri berdua, di dalam dapur masih terdapat lima orang manusia.
Ke lima orang itu adalah perempuan-perempuan berbaju kusut dengan rambut yang kacau balau tak tersisir, selain bedak dan gincu yang masih tertinggal di wajahnya, yang tampak hanya suatu keletihan yang memuakkan.
Usia mereka rata-rata di antara dua puluh sampai tiga puluh tahunan. Perempuan yang paling tua mempunyai sepasang payudara yang besar, montok dan menongol keluar. Tentu saja disamping sepasang mata yang jalang dan penuh nafsu birahi.
Akhirnya A-kit baru tahu bahwa perempuan itu adalah 'toa-ci'nya nona-nona sekalian, para tamu lebih suka memanggilnya sebagai 'toa-siu' atau si gajah bengkak.
Sedang nona yang berusia paling muda masih kelihatan seperti seorang kanak-kanak, pinggangnya amat ramping dengan dada yang datar, tapi dia pula yang paling laris dagangannya.
Entahlah, mungkin para lelaki memang memiliki watak buas dan liar dari seekor binatang, waktu suka daun muda, atau birahi untuk melalap gadis yang masih tampak seperti kanak-kanak?
Ketika mereka saksikan A-kit berjalan masuk, dengan sinar mata tercengang, heran dan kaget, nona-nona itu alihkan perhatian mereka semua, untung Han toa-nay-nay segera menyusul masuk.
Dengan suara lantang, Han toa-nay-nay segera berkata:
"Ada banyak pekerjaan yang hanya bisa dikerjakan oleh kaum pria, padahal pria-pria di sini kalau bukan seperti balok kayu, dia tentulah pelayan penerima tamu, untunglah sekarang aku berhasil menemukan seseorang yang lebih mirip dengan manusia"
Ditepuknya bahu pemuda itu keras-keras kemudian terusnya:
"Beritahu kepada anjing-anjing betina ini, siapa namamu?"
"Aku bernama A-kit!"
"Kau tak punya nama marga?"
"Aku bernama A-kit!"
Han toa-nay-nay mengetuk kepalanya keras-keras lalu tertawa tergelak.
"Haaaaahhhh.....haaahhhhh.....haaaaahhhhh......meskipun bocah ini mempunyai nama marga, tapi dia mempunyai suatu kebaikan......."
Perempuan itu tertawa riang:
"Ia tidak terlalu banyak mulut!"
Mulut adalah anggota tubuh yang digunakan untuk makan, minum dan bukan untuk dipakai banyak berbicara.
Selamanya A-kit tidak banyak berbicara.
Dengan mulut membungkam seribu bahasa ia menuang air panas, lantas berjongkok dan membersihkan wajahnya.
Tiba-tiba muncul sebuah kaki yang menginjak embernya, sehingga airnya tertumpah semua.
Kaki itu gemuk sekali dan mengenakan sebuah sepatu bersulamkan bunga merah yang sangat indah.
A-kit bangkit berdiri dan memperhatikan wajah bulat gemuk dari perempuan itu.
Ia mendengar suara tertawa cekikikan dari para nona sekalian, tapi suara tersebut seakan-akan berasal dari tempat yang sangat jauh.
Diapun mendengar si gajah bengkak sedang berteriak keras:
"Kau telah membasuhkan kakiku, hayo cepat diseka sampai kering!"
Sepatah-katapun tidak diucapkan A-kit"
Dengan mulut membungkam, ia segera berjongkok dan menyeka kaki yang gemuk itu sampai kering.
Si gajah bengkak segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaaahhh...haaahhhh...haahhhh....kau memang seorang anak yang baik, entar malam jika di kamarku tak ada tamu, kau boleh diam-diam menyelinap ke sana, jangan kuatir........gratis untukmu!"
"Aku tidak berani!", kata A-kit.
"Masa nyali sekecil inipun tidak kau miliki?"
"Aku seorang lelaki yang tak berguna, aku membutuhkan pekerjaan ini untuk mencari uang dan membayar hutang!"
Maka semenjak itulah A-kit telah mendapat sebuah julukan baru, semua orang memanggilnya 'A-kit yang tak berguna', tapi ia sendiri tidak memperdulikannya.
ooo)O(ooo
Setiap senja menjelang tiba, para gadispun sibuk bertukar pakaian yang paling indah dan mendandani diri sendiri secantik dan semenarik mungkin.
"A-kit yang tak berguna, ambilkan air teh untuk tamu!"
"A-kit yang tak berguna, pergilah ke jalanan dan belikan beberapa kati arak!"
Bila tengah malam sudah lewat, ia baru bisa bersembunyi di pojok dapur untuk melepaskan lelahnya.
Dalam keadaan demikian, si bisu tentu akan menyodorkan semangkuk besar nasi putih dengan daging Ang-sio-bak yang besar, lalu menyaksikan ia bersantap dan memperhatikannya dengan pandangan simpati bercampur kasihan.......
Tapi A-kit tak pernah memperdulikannya.
Ada sementara orang selamanya tak suka menerima pandangan kasihan atau simpati dari orang lain dan A-kit adalah manusia macam begini.
Sebab bukan saja ia tidak bernyali, diapun tak berguna.
Hingga pada suatu hari, ketika ada dua orang laki-laki bersenjata yang ingin makan-minum secara gratis, semua orang baru mengetahui bahwa dia sesungguhnya mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki orang lain.
Ia tidak takut sakit.
Ketika laki-laki bersenjata itu ingin pergi tanpa membayar setelah makan minum, tiba-tiba jalan pergi mereka telah dihadang oleh A-kit yang tak berguna.
Tentu saja laki-laki itu tertawa dingin sambil mengejek:
"Hmm, rupanya kau ingin mampus?"
"Aku tidak ingin mampus, akupun tak ingin mati kelaparan. Bila kalian pergi sebelum membayar, sama pula artinya dengan memecahkan mangkuk nasiku.....", demikian A-kit berkata.
Baru saja beberapa patah kata itu selesai diucapkan, dua buah bacokan telah bersarang di tubuhnya.
Tapi ia sama sekali tak bergerak, berkerut keningpun tidak. Ia cuma berdiri tegap sambil menerima tujuh - delapan buah bacokan golok tersebut.
Menyaksikan hal tersebut, laki-laki itu memandangnya dengan terkejut, lalu tanpa mengucap sepatah katapun merogoh sakunya dan melunasi rekeningnya.
Ketika semua orang memandang ke arahnya dengan terkejut dan berusaha untuk membimbingnya, tanpa mengucap sepatah-katapun ia berlalu, kembali ke kamarnya dan merebahkan diri di atas pembaringan yang dingin dan keras itu, sambil membiarkan peluh dingin membasahi tubuhnya dan menahan rasa sakit di tubuhnya.
Ia tidak ingin orang lain menganggapnya sebagai pahlawan, diapun tak ingin membiarkan orang lain menyaksikan penderitaannya.
Tapi pintu kamarnya tiba-tiba didorong orang, menyusul kemudian sesosok bayangan manusia menyelinap masuk ke dalam, setelah menutup pintu kembali, dengan sinar mata kasihan dan sayang ditatapnya pemuda itu lekat-lekat.
Ia mempunyai sepasang mata yang besar, di samping sepasang tangan yang ramping, panjang dan halus.
Ia bernama Siau-li, para langganannya lebih suka menyebut 'siluman kecil' kepadanya.
Ketika itu ia sedang menyeka keringat di tubuhnya dengan tangannya yang kecil.
"Mengapa kau harus berbuat demikian", bisik Siau-li dengan nada penuh perhatian.
"Sebab pekerjaan ini sudah seharusnya kulakukan, aku membutuhkan pekerjaan semacam ini", jawabnya singkat.
"Tapi kau masih terlalu muda, banyak pekerjaan lain yang dapat kau lakukan", jelas perempuan itu amat simpatik dan sangat menaruh perhatian atas keselamatannya.
Tapi tak sekejap matapun A-kit memperhatikan wajahnya, dengan dingin ia berkata:
"Kaupun mempunyai pekerjaan yang harus kau lakukan, kenapa tidak segera kau lakukan?"
Siau-li tidak menyerah sampai di situ saja, ia mendesak lebih lanjut:
"Aku tahu, dalam hati kecilmu tentu terdapat banyak persoalan yang menyedihkan hatimu"
"Tidak!. Aku tidak punya"
"Dahulu pasti ada seorang perempuan yang pernah melukai hatimu, bukankah begitu?"
"Rupanya kau sedang bertemu dengan setan di siang hari bolong!"
"Jika tiada sesuatu yang kau sedihkan, mengapa saat ini kau dapat berubah menjadi begini?"
"Sebab aku malas, dan lagi seorang setan arak!"
"Apakah kaupun seorang laki-laki yang gemar bermain perempuan?", tanya Siau-li.
A-kit tidak menyangkal atau mengaku. Ia enggan memberi jawaban untuk perempuan tersebut.
Kembali Siau-li berkata:
"Aku tahu sudah lama, lama sekali kau tak pernah menyentuh tubuh perempuan, aku tahu......"
Tiba-tiba suaranya berubah menjadi begitu lembut, begitu halus dan aneh sekali kedengarannya. Tiba-tiba ia menarik tangan pemuda itu dan dirabakan ke bawah perut di antara belahan pahanya.......
Ternyata di balik selembar kain bajunya yang tipis, perempuan itu tidak mengenakan apa-apa lagi.
A-kit dapat merasakan pancaran hawa panas yang dihasilkan dari selangkangannya......
Memandang goresan luka golok yang masih berlepotan darah, tiba-tiba sorot mata perempuan itu bertambah tajam dan bercahaya.
"Aku tahu luka yang kau derita tidak enteng, tapi asal kau bersedia melayani kebutuhan birahiku....aku jamin rasa sakit yang kau rasakan sekarang segera akan tersapu lenyap tak berbekas"
Sambil berkata, perempuan itu menarik tangan A-kit dan dibawanya menelusuri seluruh bagian tubuhnya yang telanjang.
Di atas dadanya yang datar, ternyata ia memiliki sepasang payudara yang kecil tapi keras dan kenyal.
Payudara itu amat nyaman sewaktu diraba, apalagi untuk meremasnya.....andaikata A-kit seorang pria yang normal, rangsangan tersebut pasti akan berakibat fatal bagi sang nona.
Mustahil seorang laki-laki tidak melalap mangsa yang berada dihadapannya dalam posisi siap bertempur.
*****************
Hal 51-52 hilang
*****************
A-kit tidak menjawab, ia pejamkan matanya rapat-rapat.
Tiba-tiba ia merasakan bahwa perempuan gemuk yang setengah tua ini menunjukkan pula luapan birahi seperti apa yang baru saja dijumpai di wajah Siau-li.
Ia tak tega memandangnya lebih jauh.
"Mari, minumlah secawan, aku tahu ulat arakmu pasti sudah mengkilik-kilik tenggorokanmu, sehingga menimbulkan rasa gatal yang sukar ditahan lagi."
Sambil tertawa terkekeh ia membuka penutup guci arak dan menyodorkan ke depan mulutnya.
"Hari ini kau telah bantu aku melakukan pekerjaan, aku harus baik-baik memerseni dirimu"
A-kit tidak bergerak, diapun tidak memberikan reaksi apa-apa.
Han toa-nay-nay segera mengerutkan dahinya.
"Apakah kau benar-benar adalah seorang lelaki yang tak berguna?", demikian ia menegur.
"Ya, aku memang laki-laki yang tak berguna".
ooo)O(ooo
Ketika A-kit membuka kembali matanya, Han toa-nay-nay sudah pergi, sebelum meninggalkan tempat itu, ia sempat meninggalkan sekeping uang perak di atas pembaringannya.
"Uang ini sepantasnya kau dapatkan, barang siapa bersedia menerima tujuh-delapan buah bacokan, ia tak boleh menerimanya dengan sia-sia belaka"
Bagaimanapun juga, dia sudah bukan seorang nona cilik lagi.
"Apa yang barusan kau alami, tentunya tak akan kau ingat selalu bukan......?", demikian katanya.
Ketika A-kit mendengar suara langkah kakinya sudah berada di luar pintu, ia mulai muntah-muntah.
Peristiwa semacam ini tak akan terlupakan untuk selamanya.
Ketika ia berhenti muntah, dengan tertatih-tatih ia bangkit berdiri dan keluar dari kamarnya.
Uang perak yang diperoleh dari Han toa-nay-nay itu diletakkan dalam kuali nasi milik si bisu.
Meskipun angin dingin berhembus kencang, ia tinggalkan lorong keluarga Han.
Ia tahu tak mungkin baginya untuk berdiam lebih lanjut di tempat semacam itu.
ooo)O(ooo
Fajar telah menyingsing.
Warung teh sudah penuh oleh tamu-tamu yang hendak sarapan. Mereka terdiri dari pelbagai masyarakat yang berdiam di sekitar tempat itu.
A-kit sedang memegang cawan air teh panas-panas dengan kedua belah tangan, sebentar-sebentar diteguknya teh itu dengan penuh kenikmatan.
Di warung itu selain menjual air teh, dijual pula bakpao dan kueh cah-kwe, tapi ia hanya bisa minum air teh.
Dia hanya memiliki dua puluh tiga biji mata uang tembaga. Ia berharap bisa memperoleh pekerjaan tetap.
Ia ingin melanjutkan hidupnya. Belakangan ini ia baru tahu, bahwa untuk melanjutkan hidup bukanlah suatu pekerjaan yang gampang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar