Pendekar Gelandangan 017

Pendekar Gelandangan

Karya: Khu Lung

17

"Begitu membuka suara lantas mengeluarkan seribu tahil perak, kau benar-benar seorang yang royal!"

"Sayang seribu kali sayang, yang kuroyalkan bukan harta milikku sendiri.....", sambung manusia berbaju hijau itu sambil tertawa.

Toa-tauke tertawa terbahak-bahak.

"Haaahhh.......haaaahhhh.......haaahhhhh......ada suatu kebaikan paling besar yang kau miliki, yakni kau suka berbicara terus terang!"

Menunggu gelak tertawanya telah berhenti, manusia berbaju hijau itu baru berbisik:

"Aku masih ada beberapa perkataan jujur hendak kusampaikan kepadamu........"

Toa-tauke segera mengulapkan tangannya seraya berseru:

"Kalian mundur semua!"

Dengan cepat semua orang mengundurkan diri dari situ.

ooo)O(ooo

Suasana dalam halaman belakang kembali menjadi hening.

Matahari sore telah terbenam dan meninggalkan bayangan tubuh toa-tauke yang amat panjang di permukaan tanah.

Ia sedang menikmati bayangan tubuh sendiri.

Sungguhpun tubuhnya gemuk lagi pendek, akan tetapi ia lebih suka menikmati bayangan tubuhnya yang kurus dan jangkung itu.

Sebaliknya manusia berbaju hijau itu kurus lagi jangkung, tapi ketika ia membungkukkan badannya, toa-tauke tak usah lagi memandangnya sambil mendongakkan kepalanya.

Sekalipun ia sudah membungkukkan badannya, namun suara bisikannya masih tetap amat rendah:

"A-kit yang tak berguna itu sesungguhnya bukan seorang manusia yang tak berguna"

Toa-tauke hanya mendengarkan dengan seksama.

Setiap kali orang ini sedang berbicara, toa-tauke selalu akan mendengarkannya dengan seksama.

"Kepalan Baja A-yong berasal dari perguruan Khong-tong, meskipun belakangan ini pihak Khong-tong kekurangan manusia berbakat, tapi ilmu silat mereka yang tunggal tetap merupakan kepandaian yang hebat"

"Ehmmm........ilmu silat aliran Khong-tong memang tidak termasuk kepandaian jelek"

"Di antara murid-murid partai Khong-tong, A-yong selalu merupakan jagoan yang paling keras. Sebelum diusir dari perguruannya ia pernah membereskan empat orang hwesio dari partai Siau-lim dan dua jago pedang dari partai Bu-tong"

"Tentang kejadian-kejadian tersebut aku sudah tahu, kalau tidak mengapa aku musti membuang uang sebesar delapan ratus tahil perak sebulan untuk menggajinya?"

"Akan tetapi A-kit yang tak berguna dapat memusnahkan dirinya dalam sekali gebrakan. Dari sini dapat diketahui bahwa A-kit sesungguhnya bukan seorang manusia sembarangan!"

Toa-tauke tertawa dingin tiada hentinya.

"Yang lebih mengherankan lagi, ternyata tak seorang manusiapun yang mengetahui asal usulnya walaupun sudah dilakukan penyelidikan terhadap wilayah seluas beberapa ratus li di sekitar sini"

"Jadi kau telah mengadakan penyelidikan yang seksama?"

"Aku telah mengirimkan enam puluh tiga orang untuk melakukan penyelidikan. Mereka semua merupakan manusia-manusia yang paling tajam pendengarannya di tempat ini. Kini sudah tiga puluh satu orang yang telah kembali, namun mereka tidak berhasil mendapatkan berita apa-apa"

Sebetulnya toa-tauke sedang berjalan ke muka dengan langkah yang pelan, tiba-tiba ia berpaling sambil berhenti, lalu tegurnya:

"Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?"

"Selama orang ini berada di sini, cepat atau lambat dia pasti akan merupakan bibit bencana buat kita"

"Kalau begitu kau cepat-cepat kirim orang untuk membekuk manusia tersebut!"

"Tapi, siapa yang akan kita utus?"

"Thi-tau.........! Si Kepala Baja"

"Ilmu Yau-tau-kuan-teng (minyak kepala menggapai puncak) dari Toa Kang memang jarang ada orang yang bisa menandinginya"

"Ya, dengan mata kepalaku sendiri kusaksikan ia menumbuk sebatang pohon hingga tumbang", kata Toa-tauke.

"Sayang sekali A-kit bukan sebatang pohon!"

"Kepandaian gwakangnya juga termasuk hebat sekali!"

"Tapi jika dibandingkan ilmu kepalan baja dari A-yong, paling banter cuma lebih lihay sedikit"

"Jadi menurut pendapatmu, diapun tak akan mampu menghadapi A-kit yang tak berguna itu?"

"Bukannya tak mampu, cuma aku tidak terlampau yakin akan kemenangannya", jawab manusia berbaju hijau itu.

Kemudian setelah berhenti sejenak, pelan-pelan sambungnya:

"Aku masih ingat pesan dari toa-tauke, apabila tidak merasa yakin akan suatu pekerjaan, lebih baik janganlah kau lakukan!"

Sambil tersenyum toa-tauke manggut-manggut, agaknya ia merasa puas sekali dengan ucapan tersebut.

Ia senang kalau orang lain mengingat selalu perkataannya, lebih baik lagi kalau setiap patah katanya dapat teringat dengan jelas.

"Setelah kupikir pulang pergi, akhirnya aku berkesimpulan bahwa hanya satu orang dari pihak kami yang sanggup menghadapinya", kata manusia berbaju hijau itu kemudian.

"Kau maksudkan Thi-hau, si Macan Baja?"

Manusia berbaju hijau itu manggut-manggut.

"Tentu saja toa-tauke juga mengetahui asal-usulnya, orang ini cerdik dan cekatan, dalam pertarungan-pertarungan biasa jarang sekali ia perlihatkan ilmu silatnya yang sebetulnya, padahal ilmu silat yang dimilikinya beberapa kali lipat lebih tinggi dari kepandaian Toa Kang maupun A-yong.......!"

"Sampai kapan dia baru akan tiba kembali di sini?"

"Tugas yang ia laksanakan kali ini tidak terlampau sulit. Menurut pendapatku, paling cepat harus menunggu belasan hari lagi"

Paras muka Toa-tauke segera berubah membesi, katanya:

"Apakah sekarang kita sudah tak punya aksi lain untuk menghadapi A-kit yang tak berguna ini?"

"Tentu saja ada!"

Setelah tersenyum, laki-laki berbaju hijau itu menambahkan:

"Hanya ada satu cara yang bisa kita lakukan untuk menghadapi dirinya"

"Cara yang bagaimanakah itu?"

"Mengulur waktu!"

Kemudian tambahnya lebih jauh:

"Kita mempunyai ilmu silat, kitapun mempunyai uang, sebaliknya bagi mereka soal makanpun masih merupakan persoalan, apalagi setiap saat mereka harus waspada menghadapi kita. Di waktu malam mereka tentu tak dapat tidur nyenyak, maka jika kita mengulur waktu tiga sampai lima hari lagi, tanpa kita turun tanganpun, mereka bakal konyol dengan sendirinya"

Toa-tauke tertawa tergelak, ditepuknya bahu orang itu keras-keras, kemudian pujinya:

"Bocah muda, kau betul-betul hebat, tak heran kalau orang lain memanggilmu sebagai Tiok-yap-cing"

Tiok-yap-cing juga merupakan nama dari sejenis arak keras, jarang sekali ada orang yang bisa minum arak tersebut tanpa jatuh mabuk.

Tiok-yap-cing juga merupakan nama dari sejenis ular beracun, racunnya jahat sekali dan tiada tandingannya di kolong langit.

Tiba-tiba Toa-tauke bertanya:

"Sekalipun kita tidak pergi mencarinya, bagaimana seandainya dia yang datang mencari kita?"

"Bila seseorang hendak mencari orang lain untuk beradu jiwa, mungkinkah dia akan membawa seorang laki-laki dungu yang sedang terluka parah serta seorang lonte busuk yang hanya bisa menjajakan tubuhnya?"

"Tidak mungkin"

"Maka dari itu, apabila dia akan keluar untuk mencari kita, berarti orang Biau itu pasti akan ditinggalkan dengan begitu saja"

"Tapi dia toh bisa menyembunyikan mereka?"

"Semua orang dalam kota adalah orang-orang kita, lagi pula aku telah memasang mata-mata di sekitar rumahnya, dapatkah ia membawa mereka pergi menyembunyikan diri?"

"Heeeehh.....heeehhhh......heeehhhhh......kecuali mereka dapat seperti cacing-cacing yang bisa menerobos masuk ke dalam tanah", kata Toa-tauke sambil tertawa dingin.

"Kali ini A-kit bersedia mengadu jiwa lantaran dia memikirkan nasib kedua orang bersaudara itu, andaikata mereka berdua sampai terjatuh di tangan kita, bukankah A-kit secara otomatis akan berada pula dalam cengkeraman toa-tauke?"

Mendengar perkataan itu, toa-tauke segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

"Haaaahhhh...........haaaahhhh.....haaahhhhh......bagus, bagus sekali, kalau begitu mari kita minum arak menikmati bunga di sini sambil menunggu mereka datang menghantar kematiannya"

Tiok-yap-cing tersenyum.

"Aku jamin tak sampai tiga hari, mereka pasti sudah tiba di sini"

ooo)O(ooo

Senja telah menjelang tiba.

Baru saja si Boneka mengambil semangkuk kuah daging, air matanya setitik demi setitik telah jatuh berlinang.

Kuah daging tak akan membuat orang mengucurkan air mata, yang membuat air matanya berlinang adalah orang yang membeli daging itu serta memasak kuah tersebut. Kini kuah dagingnya masih utuh, tapi orangnya sudah dikubur dalam tanah.

Siapakah yang akan tega makan kuah daging tersebut? Tetapi dia harus menyuruh mereka makan kuah daging itu, sebab mereka membutuhkan tenaga, orang yang lapar tak mungkin punya tenaga.

Setelah membesut air matanya, ia membawa dua mangkuk kuah daging dan dua biji bakpao kering itu keluar dari dalam dapur.

A-kit masih tetap duduk di sudut ruangan, di tempat yang remang-remang.

Ia menghampirinya dan meletakkan semangkuk kuah daging dan sebiji bakpao di atas meja tepat dihadapannya. A-kit belum juga berkutik, iapun tidak berkata apa-apa.

Kemudian si Boneka dengan membawa sisa semangkuk kuah daging dan sebiji bakpao itu meletakkan di hadapan kakaknya.

"Mumpung kuah daging ini masih panas, cepatlah kalian makan!", katanya lirih.

"Bagaimana dengan kau?", tanya Lo Biau-cu.

"Aku........aku tidak lapar!"

Benarkah ia tidak lapar?

Bila seseorang sudah dua hari semalam tidak makan apa-apa, mungkinkah ia tidak merasa lapar?

Ia tidak lapar karena itulah sisa makanan terakhir yang mereka miliki, justru karena mereka lebih membutuhkan kekuatan daripada dirinya sendiri.

Lo Biau-cu mendongakkan kepalanya memandang gadis itu, kemudian sambil menahan linangan air matanya, ia berbisik:

"Perutku agak kurang beres, tak akan muat untuk makan sebanyak ini, mari kita makan seorang setengah"

"Apakah tak boleh kalau aku tidak makan?", tanya si Boneka sambil menahan linangan air matanya.

"Tidak! Tidak boleh!"

Baru saja Lo Biau-cu akan membagi bakpao itu menjadi dua bagian, tiba-tiba A-kit bangkit berdiri lalu berkata:

"Kuah daging ini untuk si Boneka!"

"Tidak boleh, itu bagianmu!", teriak Lo Biau-cu segera dengan suara lantang.

Tapi A-kit tidak ambil perduli, ia berlalu dari ruangan itu dengan langkah lebar.

Si Boneka segera maju sambil menarik tangannya.

"Heeey....kau hendak pergi ke mana?"

"Keluar rumah untuk makan!", jawab A-kit.

"Di rumah masih ada makanan, mengapa kau harus makan di tempat luar.......?"

"Ya, karena aku tak ingin makan bakpao!"

Boneka menatapnya tajam-tajam.

"Kalau tak ingin makan bakpao, lantas ingin makan apa? Bukankah ingin makan kepalan baja?"

A-kit membungkam dalam seribu bahasa.

Akhirnya air mata si Boneka jatuh bercucuran membasahi seluruh wajahnya, dengan lembut ia berkata:

"Aku dapat memahami maksud hatimu, bila waktu terus menerus di ulur seperti ini, maka akhirnya kita akan lebih menderita. Aku saja tidak tahan apalagi kau, akan tetapi...........!"

Seperti hujan gerimis air matanya jatuh bercucuran, dengan pedih katanya lagi:

"Akan tetapi kau harus tahu, semua orang di kota ini adalah orang mereka, buat apa kau musti pergi menghantar kematianmu?"

"Sekalipun harus menghantar kematian, hal itu jauh lebih baik daripada menunggu kematian di sini!"

ooooOOOOoooo

Bab 7. Orang Yang Nekad

Malam itu amat terang.

Betapapun indahnya suasana malam, dalam pandangan orang yang sedang suram, keadaan tersebut tetap terasa menyuramkan.

Angin musim gugur menghembus kencang, seorang nyonya penjual gula-gula dengan kepala dibungkus kain hijau dan baju menutupi tengkuknya sedang menjajakan dagangannya di lorong itu.

Di mulut lorong sana terdapat pula seorang peminta-minta buta yang sedang duduk di sudut tembok sambil menggigil kedinginan.

A-kit berjalan menghampiri perempuan itu, lalu sambil berhenti tegurnya:

"Apa yang kau jajakan?"

"Gula-gula kacang kaperi, gula-gula kaperi yang manis lagi wangi, dua puluh lima rence uang tembaga untuk satu katinya", jawab perempuan itu.

"Ehmmm, tidak mahal!"

"Kau ingin membeli berapa kati?"

"Seratus kati!"

"Tapi aku hanya membawa paling banyak belasan kati!"

"Kalau ditambah kau, maka jumlahnya akan mencapai seratus kati, akan ku beli gula-gula itu berikut kau juga!"

Dengan ketakutan perempuan itu menyusut mundur ke belakang, kemudian sambil tertawa paksa katanya:

"Aku hanya menjual gula-gula kacang kaperi, orangnya tidak ikut dijual!"

"Tapi aku bersikeras akan membelinya"

Sambil berkata tiba-tiba ia turun tangan mencengkeram orang itu sambil menyingkap gaunnya.

"Tolong.....tolong......ada penyamun, ada orang hendak menggagahi diriku......", jerit perempuan itu dengan panik.

Tapi teriakan tersebut tidak dibiarkan berlangsung lebih lanjut, sebab dagunya tahu-tahu sudah dijepit orang sekeras-kerasnya.

"Hmmmmm.......! Kalau kau seorang perempuan kenapa bisa tumbuh jenggot.....?", tegur A-kit dengan ketus.

Betul juga perkataan itu, meski dagunya bersih tapi masih ada bekas-bekas jenggot yang tidak merata.

"Aku lihat kau pasti adalah seorang gila, semua orang gila sudah sepantasnya kalau digebuk sampai mampus", kata A-kit lebih jauh.

Sekuat tenaga orang itu menggelengkan kepalanya, lalu berkata dengan suara tergagap:

"Aku....aku bukan orang gila....aku tidak gila!"

"Kalau kau tidak gila, kenapa menjajakan gula-gula kacang kaperi di tempat semacam ini, daerah disekitar lorong ini hanya ada manusia-manusia miskin yang untuk makanpun susah, siapa yang akan membeli gula-gula mahal seperti itu?"

Mula-mula orang itu tertegun, kemudian dari balik matanya memancarkan sinar ngeri dan ketakutan

"Seandainya kau tidak ingin ku gebuk sampai mampus, lebih baik mengaku saja secara terus terang, siapa yang suruh kau datang kemari?"

Belum sempat orang itu buka suaranya, peminta-minta buta yang semula berjongkok di ujung tembok sambil menggigil kedinginan itu mendadak melompat bangun lalu kabur mengambil langkah seribu dari situ.

.....Orang-orang miskin disekitar lorong itupun saking miskinnya tak mampu mengisi perut sendiri, kalau bukan tiada penyakit, tak nanti ada peminta-minta yang mendatangi tempat itu.

A-kit segera tertawa dingin, kembali tanyanya:

"Kini rekanmu telah melarikan diri, kalau kau masih juga tak mau mengaku secara terus terang, bila sampai digebuk mampus di tempat ini seperti seekor anjing liar, mungkin orang yang membereskan jenazahmu pun tak ada........."

Akhirnya orang itu tak berani untuk tidak berbicara terus terang, jawabnya ketakutan:

"Aku....aku diutus oleh Tiok-yap-cing!"

"Siapakah Tiok-yap-cing itu?"

"Dia adalah kunsu dari toa-tauke, salah seorang diantara dua orang paling tenar di hadapan toa tauke"

"Yang seorang lagi siapa?"

"Dia adalah Thi-hau. Ilmu silatnya jauh lebih hebat berkali-kali lipat daripada Thi-tau si kepala baja, bersama Tiok-yap-cing merupakan sepasang pembantu yang paling utama dari toa-tauke, siapapun tak ada yang berani mengusik mereka"

"Tahukah kau, kini dia berada di mana?"

"Konon ia sedang menjalankan tugas di luar kota, mungkin setengah bulan lagi baru akan kembali ke sini"

"Bagaimana dengan si Kepala Baja?"

"Dia mempunyai tiga orang gundik, gundiknya yang nomor tiga paling disayang olehnya, lagi pula ia selalu suka berjudi bersamanya, maka seringkali mereka berada di tempat tersebut"

"Di mana rumahmu?", tanya A-kit lagi.

Mendengar pertanyaan tersebut, orang itu menjadi sangat terkejut segera tanyanya:

"Toaya, kenapa kau menanyakan alamat rumahku? Mau apa kau?"

"Apa yang kutanyakan kepadamu lebih baik jawab sejujurnya, sebab hanya orang mati yang tak punya alamat rumah!"

Dengan muka masam terpaksa ia mengakui:

"Hamba tinggal di gang Ci-ma-kang"

"Siapa saja yang berada di rumahmu?"

"Ada biniku, anakku termasuk pelayan semuanya berjumlah enam orang!"

"Kalau begitu mulai sekarang akan berubah menjadi delapan orang!"

"Kenapa?", tanya orang itu tidak mengerti.

"Sebab aku akan mengundangkan dua orang tamu untuk berdiam selama dua hari di rumahmu, bila kau berani membocorkan rahasia tersebut, maka aku jamin anggota keluargamu pada waktu itu akan berubah menjadi tinggal seorang"

Setelah berhenti sejenak, tambahnya dengan dingin:

"Hanya tinggal pelayanmu itu!"

ooo)O(ooo

Malam telah menjelang tiba.

Cahaya lampu menyinari batok kepala Thi-tau (kepala baja) Toa-kang yang gundul. Sedemikian mengkilapnya kepala itu seakan-akan sebuah bola yang baru diangkat dari gentong minyak.

Semakin mengkilap batok kepalanya, menandakan semakin gembira hatinya pada waktu itu.

Tidak ada komentar: