Pendekar Gelandangan
Karya: Khu Lung
19
"Benarkah si kepala baja mampus di tangannya?"
"Menurut cerita orang yang menyaksikan sendiri jalannya peristiwa itu, hanya dalam sekali pukulan saja batok kepala si kepala baja yang kuat dan keras itu telah hancur berkeping-keping"
Sekali lagi paras muka toa-tauke berubah hebat.
"Berhasil kalian mengetahui ilmu silat aliran manakah yang dipergunakannya?"
"Tidak!"
Kemudian tambahnya lagi:
"Justru karena tak ada orang yang mengetahui asal usul ilmu silatnya, hal ini semakin membuktikan bahwa orang itu pasti mempunyai asal usul yang besar sekali!"
"Belakangan ini adakah seorang jago lihay dalam dunia persilatan yang tiba-tiba melenyapkan dirinya?"
"Tentang soal ini akupun telah mengadakan penyelidikan, di antara sekian banyak jago persilatan, hanya Tay-to (Pembegal ulung) Tio Tok-heng, Thian-sat-seng (Bintang langit pembunuh) Cian Gong serta Yan Cap-sa yang tiba-tiba lenyap dari peredaran dunia!"
Kembali toa-tauke mengernyitkan alis matanya, sudah barang tentu ia pernah mendengar juga nama-nama dari ketiga orang itu.
Sementara ia masih merenung, Tiok Yap-cing telah berkata lagi:
"Akan tetapi bila kita bandingkan perawakan, tampang wajah serta usia mereka bertiga, ternyata tak sedikitpun yang mirip dengan tampang wajah serta perawakan A-kit"
Kontan saja toa-tauke tertawa dingin.
"Heeeehhhh.......... heeeehhh....... heeeehhhh..... masa orang itu datang dari langit? Atau tumbuh dari tanah?"
Tiba-tiba ia mengepal sepasang tinjunya dan dihantamkan keras-keras di atas meja kecil di ujung pembaringan, lalu katanya dengan suara menyeramkan:
"Perduli dari manapun asalnya, tangkap dulu orang itu, baru berbicara kemudian, sebab bila orang sudah mati, maka ia tak perlu diketahui asal usulnya lagi"
"Benar!"
"Perduli dengan cara apapun, perduli berapa besar biaya yang harus dikeluarkan, aku menginginkan selembar jiwanya itu!"
"Baik!"
Perintah dari toa-tauke biasanya akan segera dilaksanakan tanpa membantah, akan tetapi kali ini Tiok Yap-cing tidak beranjak, ia tetap berdiri di tempat semula.
Gejala semacam ini belum pernah ia perlihatkan sebelumnya. Dengan gusar toa-tauke lantas menegur:
"Apakah kau masih ada perkataan lain yang hendak diucapkan?"
Tiok Yap-cing masih agak ragu-ragu, tapi akhirnya sambil memberanikan diri katanya:
"Meskipun dia hanya seorang diri, meskipun tidak sulit bila kita menginginkan jiwanya, tapi korban di pihak kita pasti akan parah sekali, aku rasa cara ini sedikit kurang berharga!"
"Lantas menurut maksudmu!"
"Orang itu ibaratnya sebilah golok yang telah diloloskan dari sarungnya, tergantung di tangan siapakah golok tersebut tergenggam".
"Ooh....maksudmu kau minta aku membeli golok tersebut untuk kepentingan kita?"
"Ia bersedia menjual nyawa untuk Biau-cu bersaudara, manusia macam itu karena dia merasa pernah berhutang budi kepada mereka, sebaliknya jika toa-tauke pun bersedia memberi sedikit kebaikan kepadanya, siapa tahu kalau diapun bersedia menjual nyawanya untuk toa-tauke?"
Toa-tauke termenung dan berpikir sesaat lamanya, pelan-pelan paras mukanya berubah menjadi lebih lembut dan kalem, katanya kemudian:
"Menurutmu, sanggupkah kita membelinya?"
"Setiap orang mempunyai harga yang berbeda-beda, paling sedikit kita harus pergi mencobanya lebih dahulu!"
"Pergi mencobanya?"
"Ya, aku ingin pergi ke sana sendiri untuk melihat keadaan!", sahut Tiok Yap-cing sambil membungkukkan badan memberi hormat.
"Kau toh sudah tahu bahwa dia adalah sebilah golok yang telah lolos dari sarungnya, siapa tahu hanya sedikit terbentur saja darahmu akan bercucuran? Apa gunanya kau musti menyerempet bahaya?"
"Sekujur badanku dari atas sampai bawah adalah menjadi milik toa-tauke, apa artinya beberapa tetes darah bagiku?"
Tiba-tiba toa-tauke melompat turun dari pembaringannya dan menggenggam erat-erat tangannya.
"Aku tidak berputra dan kaulah putraku, kau harus berhati-hati dalam tugas ini!", katanya.
Tiok Yap-cing menundukkan kepalanya seakan-akan air mata bercucuran dari kelopak matanya, jangankan dia, orang yang berada di sekeliling sanapun ikut terharu oleh adegan tersebut.
Menunggu ia telah mengundurkan diri, toa-tauke baru menghembuskan napas panjang-panjang, kepada para gundiknya ia berkata:
"Sekarang tentunya kalian sudah mengetahui bukan, bagiku dia jauh lebih berharga daripada kalian bersembilan digabungkan menjadi satu?"
Seorang perempuan yang bertahi lalat di ujung bibirnya, tiba-tiba menyela dengan genit:
"Aku hanya sempat mengetahui satu hal"
"Hal yang mana?"
"Sesungguhnya dia jauh lebih pandai menjilat pantat daripada kami bersembilan digabungkan menjadi satu!"
Mendengar ucapan tersebut, toa-tauke tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhhh.........haaahhhh......haaaahhhhh......bagus sekali perkataanmu itu, bagus sekali perkataanmu itu!"
Mendadak ia menghentikan gelak tertawanya, perempuan itu ditatapnya lekat-lekat, kemudian bertanya:
"Seandainya kusuruh kau lakukan suatu pekerjaan, bersediakah kau untuk melaksanakannya?'
Menggunakan kesempatan itu perempuan tadi mulai merayu dan menjeratnya seperti seekor ular.
"Pekerjaan apa yang harus kulakukan?", bisiknya lirih.
"Sejak malam ini, aku minta kau menemaninya tidur!", kata toa-tauke dengan dingin.
A-kit masih tidur.
Ia terlalu lelah, ia membutuhkan tidur yang nyenyak, sebab banyak pekerjaan yang sedang menanti untuk dia kerjakan, dan tenaga badannya harus dipulihkan kembali secepatnya.
Ketika ia mendusin dari tidurnya, Kim Lan-hoa masih berbaring disisinya, dengan mata terpentang lebar, ia sedang mengawasi ke arahnya, mengawasi dengan tatapan mata yang lembut dan penuh perasaan cinta.
A-kit kembali memejamkan matanya.
"Adakah seseorang yang datang kemari semalaman kemarin?", ia bertanya.
"Tidak ada!"
A-kit merasakan seluruh otot badannya mengendor, tapi perasaannya justru makin mengencang.
Ia tahu sesaat menjelang tibanya badai angin dan hujan yang deras, biasanya suasana ketika itu paling sepi dan sumpek, seperti juga sesaat menjelang tibanya fajar, biasanya merupakan waktu yang paling gelap.
Perubahan apakah yang kemudian bakal terjadi? Akibat apa yang pada akhirnya bakal dijumpai?
Ia sama sekali tidak tahu!
Ia cuma tahu bahwa persoalan itu telah membelenggu dirinya, ia tak mungkin dapat lepas tangan lagi.
Ya, andaikata dia lepas tangan, maka Lo Biau-cu, si Boneka dan Kim Lan-hoa segera akan mati mengenaskan.
Yang paling penting adalah dia juga tahu bahwa dalam kota masih terdapat banyak manusia macam mereka, menantikan bantuannya di tepi liang api neraka yang membara.
ooo)O(ooo
Dari luar ruangan tiba-tiba terdengar suara langkah manusia.
Langkah manusia itu sangat berat, seakan-akan sengaja dibuat agar kedengaran orang, kemudian A-kit pun mendengar ada orang sedang berbatuk ringan.
Ia menunggu orang itu masuk ke dalam, lama sekali ia menanti, tapi suasana di luar sana justru sebaliknya, malah menjadi hening dan tak kedengaran sedikitpun suara.
Paras muka Kim Lan-hoa pucat pias bagaikan kertas, dia tak bisa menebak manusia macam apakah di luar sana, tapi bila ditinjau dari keberaniannya untuk menghadapi seseorang yang mampu menghancurkan kepala si kepala baja dalam sekali pukulan, dapat diketahui bahwa orang itu pasti bukan manusia sembarangan.
A-kit menepuk-nepuk bahunya lalu pelan-pelan bangkit berdiri dan mengenakan pakaian.
Ia telah merasakan bahwa orang yang sedang menunggunya di luar itu pasti seseorang yang paling susah dihadapi.
Jenazah si kepala baja telah diangkut pergi, akan tetapi kartu 'ci-cun-po' terakhir yang dipegangnya masih tertinggal di meja.
Tiok Yap-cing duduk di tepi meja itu sambil membelai kartu-kartu tersebut dengan jari tangannya, kemudian sambil tersenyum ia berkata:
"Konon kesempatan seseorang untuk mendapatkan kartu semacam ini hanya seper-sepuluh laksa bagian, atau maksudnya sekalipun kau bertaruh Pay-kiu selama lima puluh tahun dan tiap hari bertaruh terus menerus, kesempatan untuk peroleh kartu semacam inipun paling banter tak akan melebihi tiga puluh kali"
Ia bukan bergumam seorang diri, ia tahu A-kit telah berjalan keluar dan sedang mengawasinya dengan tenang.
Sambil tersenyum ia berpaling, lalu ujarnya lagi.
"Oleh karena itu barang siapa berhasil mendapatkan kartu semacam ini, nasibnya pasti mujur sekali!"
"Sayang orang yang mendapatkan kartu tersebut semalam mempunyai nasib yang kurang mujur!", sambung A-kit.
Tiok Yap-cing menghela napas panjang.
"Apa yang telah kau ucapkan sesungguhnya merupakan kata-kata yang ingin kukatakan pula, perubahan nasib seseorang dapat terjadi dalam sekejap mata, siapakah yang mampu menjaga terus nasib mujurnya sendiri?"
Ia mendongakkan kepalanya menatap wajah A-kit, kemudian pelan-pelan berkata lagi:
"Oleh karena itu jika seseorang telah memperoleh kesempatan, dia harus baik-baik menggunakan kesempatan tersebut dan jangan membuangnya dengan begitu saja!"
"Apa lagi yang ingin kau katakan?", kata A-kit kemudian tenang.
"Kesempatan baik untuk saudara, kini telah datang!"
"Kesempatan macam apakah itu?"
"Apa yang dicari seorang manusia setelah berjuang dan bergumul dengan nasib sepanjang hidupnya? Aku rasa yang dicari tak lebih hanya nama serta kedudukan"
Ia tersenyum, setelah berhenti sejenak, sambungnya:
"Kini saudara telah menemukan kesempatan semacam itu, hal ini sungguh merupakan suatu kejadian yang patut diberi selamat dan patut digirangkan........!"
A-kit menatapnya tajam-tajam, seakan-akan paku yang memantek di atas dinding tembok, tiba-tiba tegurnya:
"Kaukah yang bernama Tiok Yap-cing?"
Tiok Yap-cing masih saja tersenyum.
"Aku she Yap bernama Yap Cing-tiok, tapi orang lain lebih suka memanggilku sebagai Tiok Yap-cing!"
Ia masih juga tersenyum, malah senyuman tersebut kelihatan aneh sekali.
"Apakah toa-tauke yang suruh kau datang kemari?", kembali A-kit menegur pelan.
Tiok Yap-cing mengaku.
"Kalau begitu akupun ingin memberitahukan satu persoalan kepadamu!", ujar A-kit lebih jauh.
"Persoalan apakah itu?"
"Kadangkala perjuangan seseorang melawan kehidupan bukan lantaran ingin mendapatkan nama serta kedudukan!"
"Kecuali kedua macam itu, apa pula yang bisa dicari manusia?"
"Kehidupan bebas!"
"Kehidupan bebas?", ulang Tiok Yap-cing.
Ia benar-benar tidak mengerti makna dari dua patah kata tersebut, kembali ia bertanya:
"Sesungguhnya apa yang kau harapkan?"
"Aku menginginkan setiap orang dapat melewatkan penghidupannya menurut pikiran dan selera masing-masing secara bebas dan leluasa!"
Ia tahu Tiok Yap-cing lebih-lebih tak akan memahami makna dari perkataannya itu, maka ia menjelaskan lagi:
"Meskipun ada sementara orang lebih suka menjual diri, tapi ada pula sementara orang yang lebih suka hidup miskin dan menderita daripada menurunkan moral hidupnya sendiri, karena bagi anggapan mereka selama dirinya masih bisa hidup dengan hati tentram, sekalipun sedikit menderita juga tidak menjadi soal!"
"Benarkah di dunia yang lebar ini terdapat manusia semacam itu?"
"Banyak sahabatku adalah manusia semacam ini, masih ada pula banyak orang lain yang begini juga, sayang kalian justru tidak memperbolehkan mereka melewatkan penghidupan menurut selera serta keinginan mereka sendiri, maka......"
"Maka kenapa?", tukas Tiok Yap-cing.
"Maka bila kalian menginginkan aku pergi dari sini, hanya ada satu syarat yang harus dipenuhi!"
"Apa syaratmu itu?"
"Asal kalian melepaskan orang-orang itu, maka akupun akan melepaskan kalian, asal toa-tauke menyanggupi sendiri permintaanku ini dan berjanji tak akan memaksa siapapun untuk melakukan pekerjaan apapun yang tidak diinginkan, akupun segera angkat kaki dari sini!"
"Apakah kau bersikeras menginginkan toa-tauke menyanggupi sendiri permintaanmu itu?"
"Ya!"
"Sepuluh laksa tahil perak tak dapat merubah jalan pikiranmu itu?"
"Tidak dapat!"
Tiok Yap-cing mempertimbangkan sebentar usul itu, kemudian pelan-pelan ia bertanya:
"Jadi kau benar-benar ingin bertemu dengan toa-tauke?"
A-kit manggut-manggut tanda membenarkan.
"Hari ini juga aku ingin bertemu dengannya!"
Tiok Yap-cing menatapnya sekejap kemudian bertanya:
"Kau ingin bertemu dengannya dimana?"
"Terserah dimanapun dia menghendaki!"
"Bagaimana kalau di gedungnya Han toa-nay-nay?"
"Di sanapun boleh juga!"
"Bagaimana kalau pertemuan itu diselenggarakan pada saat malam, malam nanti.....?"
"Baik!"
Tiok Yap-cing segera bangkit berdiri dan siap meninggalkan tempat itu, tapi sebelum beranjak, tiba-tiba dengan sekulum senyuman menghiasi ujung bibirnya, ia bertanya:
"Oya, aku belum sempat menanyakan namamu.......dapatkah kau memberitahukannya?"
"Aku bernama A-kit......"
Setelah berhenti sejenak, ia menambahkan lagi:
"A-kit yang tak berguna!"
Memang hingga bayangan punggung Tiok Yap-cing lenyap dari pandangan mata, A-kit kembali menundukkan kepalanya memandang kartu 'ci-cun-po' tersebut sambil termenung.....
Lama sekali ia termenung dengan mulut membungkam, ia sedang mengingat kembali perkataan dari Tiok Yap-cing itu serta mencoba untuk mengupasnya satu demi satu.
........Kesempatan baik telah datang, kesempatan semacam ini harus baik-baik dipergunakan dan tak boleh dilepaskan dengan begitu saja........tapi kesempatan macam apakah yang telah mereka berikan kepadanya itu.......?
Ia tidak berpikir lebih lanjut.
Ya, ia tidak meneruskan kembali pemikirannya karena secara tiba-tiba teringat olehnya akan suatu peristiwa yang mengerikan.
Menanti ia menyerbu masuk ke dalam kamar, Kim Lan-hoa telah lenyap tak berbekas.
ooooOOOOoooo
Bab 8. Siapakah A-kit?
Toa-tauke duduk di atas kursinya yang besar dan lebar dengan amat santai, memandang Tiok Yap-cing yang berdiri dihadapannya, tiba-tiba timbul perasaan salah dan minta maaf dalam hati kecilnya.
Sudah enam tahun ia bekerja baginya, pekerjaannya selalu paling beres dan sengsara dari siapapun, tapi kenikmatan hidup yang berhasil dicicipinya justru jauh lebih sedikit dari orang lain.
Sekarang bukan saja semalam suntuk ia bergadang, setitik air dan sebutir nasipun belum masuk ke dalam perutnya, namun ia masih mampu melakukan tugasnya untuk toa-tauke tanpa menunjukkan sikap lelah atau mengantuk barang sedikitpun jua, seakan-akan asal toa-tauke suka dengan pekerjaannya, hal ini sudah merupakan suatu kebanggaan serta kepuasan baginya.......
.........Pada jaman sekarang, makin sedikit memang menjumpai manusia yang bekerja begitu giat dan tekun serta begitu setia kepada majikannya.
Toa-tauke menghela napas di hati kecilnya, lama kemudian ia baru bertanya dengan suara lirih:
"Kau telah berjumpa dengan A-kit?"
Tiok Yap-cing manggut-manggut.
"Orang itu benar-benar adalah sebilah golok yang telah diloloskan dari sarungnya, bahkan sebilah golok cepat".
"Kau berhasil membelinya untuk kita?"
"Sekarang belum berhasil!"
"Apakah lantaran harga yang dimintanya terlampau tinggi!"
"Aku telah membawa sepuluh laksa tahil perak untuknya, tapi setelah kujumpainya, aku segera tahu bahwa sepuluh kali lipat uang yang kubawapun tak ada gunanya"
"Kenapa?"
"Sewaktu aku ke sana, di atas meja masih bertumpukan uang-uang perak, bukan saja ia tidak menyentuh uang-uang tersebut, bahkan memandang sekejappun tidak"
Untuk mencegah toa-tauke tidak mengerti, kembali ia menambahkan:
"Sebenarnya ia sudah sedemikian miskinnya sehingga uang untuk membeli makananpun tak punya, tapi dalam keadaan demikian toh ia masih tidak memandang sekejappun ke arah uang perak sebanyak itu. Dari sini dapat diketahui bahwa yang diinginkan olehnya bukanlah benda-benda tersebut!"
"Lantas apa yang dia inginkan?", tanya toa-tauke ingin tahu.
"Dia hanya mempunyai satu permintaan, ia minta agar kita membiarkan setiap orang melakukan penghidupannya sesuai dengan selera serta keinginan masing-masing"
"Apa maksud perkataannya itu?"
"Maksudnya ia minta agar kita lepas tangan dan menghentikan semua kegiatan dagang yang sedang kita lakukan sekarang ini"
Paras muka toa-tauke segera berubah membesi.
Tiok Yap-cing kembali berkata:
"Selain daripada itu diapun berharap bisa berjumpa muka dengan toa-tauke, ia minta toa-tauke menyanggupi sendiri syarat yang dimintanya itu!'
"Bagaimana jawabanmu?"
"Aku telah membuatkan perjanjian untuk toa-tauke malam nanti kita bertemu dengannya di gedung Han toa-nay-nay!"
Hawa amarah segera terpancar ke luar dari balik sorot matanya, dengan dingin ia menegur:
"Semenjak kapan kau telah berhak mengambilkan keputusan bagiku?"
"Tak seorangpun yang berhak mengambil keputusan bagi toa-tauke!", jawab Tiok Yap-cing cepat-cepat sambil menundukkan kepalanya.
"Dan kau?"
"Aku tidak lebih hanya mewakili toa-tauke untuk membuatkan sebuah tali jeratan agar ia menghantarkan tengkuknya sendiri ke dalam lubang jeratan tersebut"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar