Pendekar Gelandangan 020

Pendekar Gelandangan

Karya: Khu Lung

20

Toa-tauke membenarkan kembali gaya duduknya di kursi, wajahnya tampak jauh lebih lembut dan tenang.

"Sewaktu aku bercakap-cakap dengannya di luar, tiba-tiba kutemukan suatu kejadian aneh!", kata Tiok Yap-cing lebih jauh.

"Kejadian apakah itu?"

"Kutemukan gundik ke tiga dari Thiat-tau sedang mengintip keluar ruangan dari celah-celah pintu, lagi pula ia selalu mengawasinya dengan wajah yang tegang dan penuh perasaan kuatir"

"Thiat-tau mendapatkan perempuan itu dari mana?", tanya toa-tauke sambil menggenggam kencang-kencang sepasang kepalannya.

"Perempuan itu bernama Kim Lan-hoa, dulu adalah seorang pelacur kenamaan di sekitar Hwee-yang, banyak sekali jago persilatan kenamaan yang menjadi tamu kehormatan dalam ranjangnya!"

Mencorong sinar tajam dari balik mata toa-tauke, katanya dengan segera:

"Maksudmu dahulu dia pasti kenal dengan A-kit yang tak berguna itu...."

"Bukan cuma kenal, mereka pasti mempunyai hubungan yang akrab sekali! Hubungan istimewa!"

"Oleh sebab itu dia pasti mengetahui tentang asal usul A-kit?"

"Ya, pasti!"

Toa-tauke kembali menatapnya tajam-tajam.

"Sekarang tentunya ia sudah tidak berada di tempat A-kit sana, bukan?", tanyanya.

"Ya, sekarang ia tidak berada di sana!"

Toa-tauke menghembuskan napas penuh kepuasan.

"Lalu dia berada di mana?", tanyanya lagi.

"Di luar bersama Biau-cu kakak beradik!"

Sinar mata toa-tauke semakin bersinar tajam pekiknya:

"Darimana kau berhasil menemukan mereka?"

"Setiap pelosok kota yang mungkin bisa mereka gunakan sebagai tempat persembunyian telah kugeledah semua", kata Tiok Yap-cing, "tapi jejak kedua orang itu tetap lenyap tak berbekas......"

"Maka kaupun mulai mencari dari tempat yang paling tak mungkin?", sambung toa-tauke sambil mengerdipkan matanya.

Dari balik sorot mata Tiok Yap-cing segera memancarkan keluar rasa kagum dan memuji yang sangat tebal, katanya:

"Apa yang dapat kupikirkan, tentu saja telah berada pula dalam perhitungan toa-tauke!"

"Di...manakah kau berhasil menemukan mereka berdua?"

"Salah satu diantara dua orang yang kukirim sebagai mata-mata itu bernama Toa-gou, meskipun ia sangat cekatan dan pintar, sayang nyalinya sangat kecil, lagipula dia adalah seorang lelaki yang amat menyayangi keluarganya, hampir sebagian besar uang yang berhasil diperolehnya selalu dibawa pulang untuk dipakai oleh seluruh keluarganya!"

"Maka kaupun lantas berpendapat, besar kemungkinan A-kit telah mempergunakan titik kelemahannya itu untuk menindas Toa-gou agar ia mau menerima Biau-cu kakak-beradik untuk bersembunyi dalam rumahnya?"

"Aku hanya berpendapat bahwa dua orang manusia hidup yang begitu besar tak mungkin bakal lenyap tak berbekas seperti uap yang membuyar di angkasa!"

Toa-tauke segera tertawa.

"Sesungguhnya tindakan yang diambil A-kit cukup pintar, sayang dia tak mengira kalau di tempatku sinipun masih terdapat seseorang yang jauh lebih pintar daripadanya!"

Sikap Tiok Yap-cing semakin merendah dan menghormat, sambil menundukkan kepalanya lebih rendah, ia berkata:

"Aku dapat berhasil karena selamanya tak berani kulupakan setiap nasehat serta petunjuk yang toa-tauke berikan kepadaku tiap-tiap harinya!"

Gelak tertawa toa-tauke semakin gembira, katanya lagi:

"Sekarang asal kita dapat mengetahui asal usulnya dari mulut Kim Lan-hoa, kemudian mempergunakan Biau-cu kakak beradik sebagai umpan, maka masakan ia tidak akan mengantarkan tengkuk sendiri masuk ke dalam tali jeratan?"

"Aku hanya kuatir kalau Kim Lan-hoa tak bersedia mengaku terus terang.....!", kata Tiok Yap-cing mengemukakan kekuatirannya.

"Bukankah dia seorang pelacur?", tanya toa-tauke.

"Benar!"

"Pernahkah kau jumpai seorang pelacur yang benar-benar setia kepada cintanya terhadap seorang pria?"

"Tidak pernah!"

"Pernahkah kau jumpai seorang pelacur yang benar-benar tak mau uang dan tak mau nyawanya lagi?"

"Tidak pernah!"

Toa-tauke segera tertawa terbahak-bahak.

"Dan aku sendiripun tidak pernah!", sambungnya.

Seprei itu putih bagaikan salju, bahkan membawa bau harum bunga anggrek yang sedap.....

A-kit merobek kain tersebut dan dibuatnya menjadi kain pembalut untuk membalut luka-luka bacokan di tubuhnya.

Dia tahu toa-tauke tak akan menerima syarat yang diajukan itu, diapun tahu malam nanti pasti akan terjadi suatu pertempuran yang amat sengit.

Akan tetapi dia tidak ambil perduli.

Namun, mau tak mau ia harus memikirkan kembali keselamatan Kim Lan-hoa.

........Aku pasti akan menuruti perkataanmu, sekalipun harus mati, rahasiamu tak akan kuberitahukan kepada siapapun.

Meskipun bekas air mata yang ditinggalkan di atas wajahnya telah mengering, tapi suaranya seakan-akan masih berkumandang dari sisi telinganya.

Dapatkah dipercaya kata-katanya itu?

Seseorang apabila dirinya sendiripun dapat diperjual-belikan, siapakah yang akan percaya bahwa dia rela mati daripada menjual orang lain.......?

A-kit mengikat kencang-kencang robekan kain itu di atas dadanya.

Dalam hatinyapun muncul simpul mati, beribu-ribu macam simpul mati yang sukar dibebaskan, sebagai ia bukan datang dari langit, tentu saja diapun mempunyai masa silamnya yang kelabu.

Dalam waktu-waktu yang sudah lewat itu dia pernah bersedih hati, ia pernah bergembira, tentu saja diapun mempunyai perempuan.

Ia tidak pernah percaya kepada perempuan macam apapun.

Dalam pandangannya perempuan tidak lebih hanya semacam perhiasan, semacam alat pemuas dikala kau membutuhkan mereka, mereka akan bersikap seperti seekor kucing, dengan jinak-jinak merpati masuk ke dalam pelukannya........

Tapi di kala ia merasa jemu, mereka akan dicampakkan dengan begitu saja bagaikan sampah.

Terhadap masalah ini tak pernah merahasiakan, diapun tak pernah menyesal, sebab ia selalu beranggapan bahwa ia memang telah ditakdirkan untuk merasakan kenikmatannya seorang perempuan.

Bila ada perempuan mencintainya, mencintainya setengah mati, bahkan saking cintanya sampai rela mati dalam pelukannya, maka ia selalu beranggapan bahwa perempuan semacam ini memang pantas hidup sengsara.

Oleh sebab itu, apabila sekarang Kim Lan-hoa menghianati dirinya, dia akan menganggap hal tersebut sebagai kesialan buat dirinya.

Iapun sama sekali tidak ambil perduli.

Karena ia telah bersiap sedia untuk beradu jiwa.

Seorang manusia dengan selembar nyawa, entah manusia macam apapun itu, entah nyawa apakah itu, asal ia sendiri telah bersiap sedia untuk beradu jiwa, maka apa lagi yang mesti diperdulikan.

..........Tapi benarkah ia sungguh-sungguh tak ambil perduli?

...........Benarkah dalam hatinya terdapat suatu keluhan yang tak dapat diutarakan kepada orang lain?

..........Benarkah ia pernah menderita suatu luka yang selamanya tak dapat disembuhkan kembali?

Siapa yang tahu?

Bahkan dia sendiripun telah lupa......paling sedikit dengan hati yang bersungguh-sungguh dia berharap dapat melupakan kesemuanya itu........

Ya, kalau dia sendiripun telah melupakan kesemuanya itu, siapa lagi yang mengetahuinya?

ooo)O(ooo

Di atas meja terdapat sesuatu mutiara dan sebilah pisau.

Di samping meja duduk tiga orang..... Toa-tauke, Tiok Yap-cing dan Kim Lan-hoa.

Toa-tauke tidak berbicara apa-apa.

Bilamana tidak perlu, ia tak pernah bersuara.........jika ada orang telah mewakilinya untuk berbicara, buat apa dia musti buka suara sendiri.

Orang yang buka suara lebih dahulu tentu saja Tiok Yap-cing.

Suara pembicaraannya selalu lembut dan halus.

"Untaian mutiara tersebut merupakan mutiara yang paling bagus, bila dikenakan oleh seorang perempuan cantik, tentu saja akan kelihatan bertambah cantik, sekalipun dikenakan oleh seorang perempuan tidak cantik, banyak juga laki-laki yang akan merasa bahwa secara tiba-tiba ia berubah menjadi amat cantik"

"Aku tahu!", kata Kim Lan-hoa.

"Kau adalah seorang perempuan yang amat cantik, tapi setiap perempuan tentu akan tiba pula saatnya menjadi tua!"

"Aku tahu!"

"Bagaimanapun cantiknya seorang perempuan di kala usianya sudah tua, dia pasti akan berubah menjadi tidak cantik lagi!"

"Aku tahu!"

"Setiap perempuan selalu membutuhkan laki-laki, tapi setelah tiba pada saat itu, kau akan merasakan bahwa mutiara selamanya jauh lebih penting dan berharga daripada seorang laki-laki"

"Aku tahu!"

Pelan-pelan Tiok Yap-cing membelai mata pisau yang tajam, kemudian katanya lagi:

"Benda ini adalah sebilah pisau, sebilah pisau yang dapat dipakai membunuh orang"

"Aku tahu!"

"Bagaimanapun cantiknya seorang perempuan, apabila pisau itu sampai menembus ulu hatinya, maka mutiara tak berguna lagi baginya, laki-lakipun tak berguna pula baginya"

"Aku tahu!", kembali Kim Lan-hoa menjawab.

"Jika kau disuruh memilih, maka kau lebih suka ditusuk oleh pisau ini atau lebih suka mengenakan mutiara tersebut?"

"Mutiara!"

Tiok Yap-cing menatapnya lekat-lekat, lama, lama sekali, pelan-pelan ia baru bertanya lagi:

"Tahukah kau A-kit yang tak berguna itu She apa? Dan bernama siapa? Ia datang darimana?"

"Aku tidak tahu!"

Tiok Yap-cing tertawa.

Pada saat ia mulai tertawa, pisau di tangannya ikut menyambar ke depan dan menyobek telinga kiri Kim Lan-hoa.

Sambaran tersebut bukan cuma gertak sambal belaka, ia tahu hanya kenyataan yang disertai dengan cucuran darah baru benar-benar dapat menimbulkan rasa ngeri dan takut bagi perempuan itu.

Betul juga badan Kim Lan-hoa menyusut ke belakang karena ngeri dan takut.

Ia telah menyaksikan darahnya yang merah, diapun menyaksikan pula separuh bagian telinganya yang rontok bersama cucuran darah tersebut.

Akan tetapi ia tidak merasa sakit, perasaan ngeri dan seram yang mencekam perasaannya waktu itu hampir saja membuat dia lupa akan arti kata dari sakit.

Paras muka Tiok Yap-cing masih tenang tanpa emosi, katanya dengan suara hambar:

"Kalau cuma telinga hilang separuh, cacat tersebut masih dapat ditutup oleh rambut, tapi bila hidung yang terpapas separuh, wah! Jelek sudah wajahmu waktu itu!"

"Baik, aku akan berbicara.....", tiba-tiba Kim Lan-hoa berteriak keras-keras.

Tiok Yap-cing segera tersenyum dan menurunkan kembali pisau tajamnya dari wajah perempuan itu, ujarnya:

"Asal kau bersedia berbicara terus terang, untaian mutiara itu akan menjadi milikmu!"

"Padahal sekalipun tidak kujelaskan, seharusnya kalian juga tahu siapakah dia!"

"Oya? Lantas siapakah dia?"

"Dia adalah raja akhirat yang menghendaki nyawa kalian!"

Sebelum ucapan tersebut diutarakan habis, tubuhnya telah menerjang ke arah meja, dengan sepasang tangannya ia menggenggam pisau di meja itu, kemudian di tusukan ke dada sendiri.

Paras muka toa-tauke berubah hebat, sambil menjambak rambutnya, ia membentak keras-keras:

"Kau tidak lebih cuma seorang pelacur busuk, kenapa kau musti mati lantaran seorang pria?"

Wajah Kim Lan-hoa telah berubah menjadi pucat pias bagaikan mayat, darah kental masih meleleh menodai ujung bibirnya, meski begitu dia masih hidup, ia masih sempat mengutarakan suara hatinya:

"Karena hanya dialah seorang pria sejati, kalian tak lebih cuma segerombolan anak jadah yang lebih rendah martabatnya daripada seekor anjing budukan atau seekor babi. Aku bisa mati deminya, aku.....aku sudah merasa gembira sekali"

Dalam ruangan tak kedengaran suara, sedikit suarapun tidak ada.

Entah berapa lama sudah lewat, tiba-tiba toa-tauke bertanya:

"Janji yang kau buat dengannya apakah berlangsung malam nanti?"

"Benar!", jawab Tiok Yap-cing.

"Kalau begitu, sekarang juga kau harus menyusul ke sana dan aturlah segala persiapan di sekitar tempat itu"

"Toa-tauke benar-benar hendak ke situ?"

Toa-tauke manggut-manggut.

"Ya, aku ingin bertemu dengannya!", ia menyahut.

Kemudian ia menjelaskan lebih jauh.

"Karena aku benar-benar tidak menyangka kalau dalam dunia ini masih terdapat seorang pria yang dapat membuat seorang pelacur mengorbankan selembar jiwanya dengan rela demi menutup rahasianya. Aku ingin tahu sesungguhnya keistimewaan apakah yang dimiliki orang itu?"

Tiok Yap-cing menutup mulutnya rapat-rapat.

Ia tahu semua keputusan yang telah diambil oleh toa-tauke selamanya tak dapat dirubah oleh siapapun jua.

Tapi toa-tauke justru bertanya lagi kepadanya:

"Bagaimana pendapatmu?"

Tiok Yap-cing tidak segera menjawab.

Masalah tersebut mempunyai sangkut paut yang amat besar dengan situasi di sekelilingnya, ia tidak boleh teledor atau melakukan kesalahan walau sekecil apapun, dia harus menganalisa serta mempertimbangkannya kembali sebelum mengambil keputusan.

"Menurut pendapatmu, berbahayakah keadaanku waktu itu?, toa-tauke kembali bertanya.

Tiok Yap-cing termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian pelan-pelan ia menjawab:

"Selama Biau-cu kakak beradik masih berada dalam cengkeraman kita, mungkin saja ia tak berani bertindak secara gegabah"

"Soal itu akupun telah memikirkannya!"

"Tapi bila seseorang sanggup menyuruh seorang pelacur mampus baginya, mungkin saja perbuatan macam apapun sanggup pula dilakukan olehnya!"

"Misalnya perbuatan apa?", tanya toa-tauke.

"Ada sekelompok manusia, walaupun di hari-hari biasa selalu setia kawan dan berjiwa kesatria, akan tetapi setelah tiba pada saat yang dibutuhkan, seringkali ia tak segan-segan untuk mengorbankan temannya bagi keberhasilan dari tujuannya"

"Kapankah saat yang dibutuhkan itu akan tiba?"

"Di saat ia memutuskan untuk melakukan suatu usaha besar!"

Toa-tauke tidak bertanya lebih jauh.

Tentu saja ia dapat memahami maksud dari Tiok Yap-cing, barang siapa sanggup membinasakan dia, maka kejadian tersebut pasti akan merupakan suatu peristiwa besar yang akan menggetarkan seluruh dunia persilatan.

"Sebelum malam hari menjelang tiba nanti, aku pasti akan membawa seluruh jago terbaik kita untuk berkumpul di gedungnya Han toa-nay-nay. Jago terbaik kita masih dapat digunakan paling sedikit masih ada tiga puluh orang"

"Belum cukupkah jago-jago sebanyak itu untuk melindungi keselamatan jiwaku?", kata toa-tauke.

"Mungkin lebih dari cukup, mungkin juga belum cukup, selama hal ini masih ada kemungkinan membahayakan jiwamu, aku tak akan berani untuk melakukannya!"

"Asal mereka semua menghadang di hadapanku, paling sedikit aku kan bisa mengundurkan diri dari sana!"

"Tapi tujuan sasarannya hanya toa-tauke seorang, asal kami sedikit teledor, maka kemungkinan besar dia akan segera turun tangan, serangannya itu mungkin tak bisa ditahan oleh siapapun"

Ia menghela napas panjang, kemudian terusnya:

"Andaikata Thi-hou (Harimau baja) berada di sini, tentu keadaannya sama sekali berbeda"

"Jadi maksudmu, aku tak boleh ke sana?"

"Seandainya toa-tauke bersikeras ingin menjumpainya, tentu saja kau boleh pergi ke situ, cuma........."

"Cuma kenapa?"

"Kita toh tidak musti membiarkan ia berjumpa dengan toa-tauke!"

Tiok Yap-cing tidak menjelaskan lebih jauh, dia tahu toa-tauke segera akan memahami maksudnya.

Barang siapa dapat menangkap macam toa-tauke tersebut, jelas hal itu bukan dilakukan secara untung-untungan, ia harus mempunyai kepandaian serta kecerdasan yang melebihi orang lain.

Betul juga, ternyata toa-tauke tidak membuatnya menjadi kecewa, demikian ia berkata:

"Oleh karena ia belum pernah bertemu denganku, maka kita boleh sembarangan mencari seseorang untuk menyaru sebagai diriku guna menjumpainya, sedang aku dengan menyaru sebagai pengikutnyapun sama saja masih dapat bertemu dengannya"

"Ya, seandainya dia hendak turun tangan, sebagai sasarannya pasti orang itu, sedang toa-tauke sendiri dapat mengundurkan diri dari situ dengan selamat"

"Bagus, suatu ide yang sangat bagus!", puji toa-tauke sambil tersenyum.

"Tidak bagus, sedikitpun tidak bagus!", tiba-tiba seseorang berseru dari luar pintu.

ooo)O(ooo

Tempat itu merupakan kamar baca dari toa-tauke, juga merupakan tempat paling rahasia yang biasanya dipergunakan sebagai tempat perundingan rahasia dengan pembantu-pembantu setianya.

Tanpa seijin toa-tauke, siapapun tidak berani menerjang masuk ke pintu luar.

Tapi orang itu telah berada di luar pintu.

Maksud hati toa-tauke selamanya tak pernah dibantah oleh siapapun, jika toa-tauke sudah mengatakan 'baik', maka hal itu pasti baik, selamanya tak ada orang yang berani berdebat.

Tapi orang itu terkecuali.

Selama berada di hadapan toa-tauke, hanya orang ini yang berani melakukan perbuatan yang tidak berani dilakukan orang lain, hanya dia pula yang berani mengucapkan kata-kata yang tak berani diucapkan orang lain..........

Sebab pekerjaan yang dapat ia lakukan bagi toa-tauke tak mungkin bisa dilakukan pula oleh orang lain.

Begitu mendengar suaranya, dengan wajah berseri Toa-tauke segera berteriak:

"Thi-hou telah pulang!"

ooo)O(ooo

Tidak ada komentar: