Pendekar Gelandangan 023

Pendekar Gelandangan

Karya: Khu Lung

23

"Sesungguhnya ia tidak melakukan suatu pekerjaan istimewa selama berada di sini", demikian jawabnya kemudian, "apa yang dilakukan tidak lebih hanya mencucikan mangkuk buat kami, mengambilkan air teh......."

Tiba-tiba ia teringat akan sesuatu pekerjaan yang agak istimewa, segera tambahnya:

"Iapun telah mewakiliku untuk menerima beberapa kali tusukan pisau!"

"Siapa yang melakukan tusukan tersebut?"

"Agaknya saudara cilik dari si kusir kereta!"

"A-kit telah membunuh mereka?"

"Tidak, ia sama sekali tidak melancarkan serangan balasan"

Tiba-tiba kelopak mata Thi-hou menyusut menjadi kecil sekali, serunya tertahan:

"Masa ia hanya berdiri belaka sambil menerima tusukan-tusukan pisau setan cilik itu?"

"Ya, jangankan membalas, bergerak sedikitpun tidak!"

Biji mata Thi-hou mulai melompat.

Di kala biji matanya sedang melompat, bukan berarti dia hendak membunuh manusia, kadangkala hal ini merupakan pertanda jelek bagi dirinya sendiri.

Ia dibesarkan dari lingkungan yang miskin dan serba kekurangan, semenjak kecil ia sudah berkeliaran di antara kaum berandal dan pencoleng-pencoleng kota, tentu saja ia pernah merasakan tusukan pisau orang.

Sebelum ia merasakan tusukan yang pertama, biji matanya telah melompat pula seperti kali ini.

Karena waktu itu dia telah berani menantang lotoa yang berkuasa di wilayah tersebut, ia tahu bahwa dirinya akan berhadapan dengan seorang musuh tangguh yang sangat menakutkan.

Kini lompatan biji matanya hampir sama seperti lompatan yang pernah dirasakan ketika itu.

.......Sebenarnya manusia macam apakah yang akan dihadapinya kali ini?

.......Dia adalah seorang jago tangguh yang sanggup mengetuk hancur telapak tangan baja A-yong dengan ketiga buah jari tangannya, tapi mengapa dia hanya berdiri di sana saja untuk menerima tusukan-tusukan pisau dari setan-setan cilik itu?

.......Kenapa ia harus merasakan penderitaan, penghinaan serta rasa malu yang sesungguhnya tak usah ia rasakan?

Han toa-nay-nay masih juga menghela napas kembali ujarnya:

"Waktu itu mimpipun kami tidak menyangka bahwa dia adalah seorang manusia macam begini!"

"Menurut pendapatmu, manusia macam apakah dia?"

"Sepintas lalu ia seperti seorang manusia yang benar-benar tak berguna, bagaimanapun kau aniaya dan cemooh dirinya, ia seperti tak ambil perduli, iapun tak mau tahu berapa besar penderitaan dan penghinaan yang bakal dihadapinya, pokoknya ia menerima semua yang menimpa dirinya dengan rela dan pasrah"

"Sebenarnya ia boleh saja tak usah menerima penderitaan dan siksaan seperti ini!"

"Ya, akupun mendengar bahwa semalam ia berhasil membinasakan Thi-tau toa-ya!"

"Menurut pendapatmu, apa sebabnya ketika itu dia rela menerima tusukan orang tanpa melancarkan serangan balasan?"

Han-toa-nay-nay termenung dan berpikir sebentar, lalu sahutnya:

"Mungkin pada waktu itu dia masih tak ingin membiarkan orang lain tahu bahwa ia pandai bersilat, diapun tak ingin membiarkan orang lain mengetahui pengalamannya di masa lampau"

Setelah berpikir sebentar, kembali ujarnya:

"Mungkin saja di masa lampau dia pernah melakukan suatu perbuatan yang memalukan dan tak ingin diketahui orang lain"

"Tidak benar!", kata Thi-hou.

"Tidak benar?"

"Ia berdiri di sana tanpa bergerak sambil mewakilimu menerima beberapa tusukan pisau, coba bayangkan kebaikan apa yang berhasil ia dapatkan dari perbuatannya itu?"

"Sama sekali tak ada kebaikan apa-apa!", sahut Han-toa-nay-nay dengan cepat.

"Ya, memang tak ada manfaat apa-apa, sebab sekalipun ia tidak mewakilimu untuk menerima tusukan-tusukan tersebut, kau masih tetap bersikap baik kepadanya!"

"Bagaimanapun aku bersikap kepadanya, ia sama sekali tak ambil perduli.......!"

"Sekarang lantaran Biau-cu kakak beradik ia bersedia adu jiwa dengan toa-tauke, coba pikirkan manfaat apa yang berhasil diperolehnya?"

"Lebih-lebih tak ada lagi!"

"Manusia semacam ini, mungkinkah ia bisa melakukan perbuatan memalukan yang tak ingin diketahui orang lain?"

Han toa-nay-nay tidak berbicara lagi, sebab ia sudah tahu bahwa dugaannya keliru besar.

"Ia bisa berbuat demikian pasti lantaran pernah mendapat pukulan batin yang cukup berat, pukulan batin tersebut membuat pandangannya terhadap segala persoalan menjadi berubah, ia menjadi putus asa dan kecewa, sehingga dengan hati rela menerima semua penderitaan, semua penghinaan serta cemoohan yang dilimpahkan atas dirinya, diapun pasti berbuat demikian lantaran keluarganya atau namanya terlampau termasyhur, sekarang lantaran ia telah berubah menjadi begini, maka ia tak akan membiarkan orang lain mengetahui masa silamnya"

Perkataan tersebut bukan ia ucapkan untuk di dengar Han-toa-nay-nay, sebaliknya tak lain sedang memberi keterangan dan analisa pada diri sendiri tentang manusia yang bernama A-kit.

Kendati begitu Han-toa-nay-nay telah mendengar semua perkataan itu dengan jelas.

Ia selalu menganggap Thi-hou sebagai seorang manusia yang garang, ganas dan berangasan, belum pernah ia jumpai sikapnya setenang hari ini, lebih-lebih tak disangka olehnya kalau ia dapat berpikir secermat dan seteliti sekarang ini.

Sudah banyak tahun ia kenal dengan manusia yang bernama Thi-hou ini, tapi hingga sekarang dia baru merasakan bahwa dia masih mempunyai raut wajah lain.

Kebengisan serta keberangasannya mungkin hanya sejenis tameng, sejenis pelindung yang melindungi watak serta karakter yang sebenarnya, agar orang lain tak dapat mengetahui kecerdasan dan kenekatannya dalam menghadapi setiap persoalan agar orang lain tidak berjaga-jaga terhadap dirinya.

Menyaksikan wajahnya yang tenang serta sepasang matanya yang tajam bagaikan sembilu, tiba-tiba Han toa-nay-nay merasakan suatu kengerian dan keseraman yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.

Bahkan secara diam-diam ia mulai merasakan kuatir bagi keselamatan jiwa manusia yang bernama A-kit.

Terlepas manusia macam apakah A-kit itu, tapi yang pasti musuh tangguh yang dihadapinya sekarang jelas jauh lebih menakutkan daripada apa yang diduganya semula.

Pertarungan yang bakal berlangsung kali ini mungkin saja merupakan pertarungannya yang terakhir, semua kejayaan, kecemerlangan serta nama besar yang pernah diperolehnya dulu kemungkinan akan segera terkubur untuk selamanya di dalam tanah.

........Mungkin itulah akibat dari harapan yang selalu mencekam perasaannya selama ini.

........Orang yang mati di sini tidak lebih hanya A-kit yang tak berguna, nama baik serta kejayaannya di tempat kejauhan masih tetap utuh dan bertahan untuk selamanya.

Han toa-nay-nay menghela napas dalam hatinya, ketika ia menengadah kembali tampak Thi-hou dengan sepasang matanya yang lebih tajam dari sembilu sedang mengawasinya lekat-lekat.

Tiba-tiba Thi-hou berkata:

"Padahal kau tak perlu menguatirkan keselamatan jiwanya!"

"Aku.........."

"Begitu turun tangan ia berhasil membinasakan Thi-tau, menghancurkan tangan Thi-ciang, bahkan kepandaian apakah yang dipergunakan juga tidak diketahui orang, ini membuktikan bahwa kepandaian silatnya benar-benar telah mencapai puncak kesempurnaan. Setelah aku pikir pulang pergi akhirnya kurasakan bahwa orang yang berhasil melatih ilmu silatnya hingga mencapai tingkatan seperti ini tak lebih dari lima orang dan diantara ke lima orang ini, hanya satu orang yang mempunyai usia semuda dia!"

"Siapakah orang itu?", tanya Han toa-nay-nay tanpa terasa.

"Sebenarnya orang itu sudah mati, tapi aku selalu menganggap dia tak akan mati secepat itu!"

"Kau anggap A-kit adalah orang itu?"

Pelan-pelan Thi-hou mengangguk.

"Seandainya A-kit benar-benar adalah orang itu, dalam pertarungan tersebut akulah yang bakal mati!"

Han toa-nay-nay menghembuskan napas lega dalam hatinya, meski perasaan tersebut tak sampai diperlihatkan pada wajahnya.

Ia adalah seorang perempuan yang cukup berpengalaman, tentu saja ia mengerti pada saat apakah dan cara bagaimanakah dia harus menyatakan kuatir serta simpatiknya kepada orang lain.

Pelan-pelan ia menggenggam tangan Thi-hou, lalu katanya dengan lembut:

"Kalau sudah tahu demikian, kenapa kau musti menjual nyawamu demi kepentingan orang lain? Kenapa kau harus pergi mencarinya?"

Thi-hou menundukkan kepalanya memandang tangan Han-toa-nay-nay yang gemuk dan penuh gajih itu, lalu sahutnya lirih:

"Aku belum tentu harus pergi ke situ!"

Kali ini Han toa-nay-nay benar-benar dapat menghembuskan napas lega.

Kedengaran Thi-hou berkata lebih jauh:

"Meskipun aku tidak pergi, tapi ada seseorang lain yang harus pergi ke sana"

"Siapakah orang itu?"

"Kau!"

Han toa-nay-nay kelihatan amat terkejut.

"Kau suruh aku pergi mencari A-kit?"

"Ya, kau harus membawanya menjumpaiku!"

Han toa-nay-nay ingin tertawa paksa, tapi ia tak mampu tertawa.

"Darimana aku bisa tahu saat ini dia berada di mana?", katanya dengan jantung berdebar keras.

Seperti mata elang Thi-hou menatapnya dengan dingin dan menyeramkan, sejenak kemudian baru ujarnya lagi:

"Kau pasti mengetahuinya, sebab pada saat ini hanya ada satu tempat yang bisa ia datangi!"

"Tempat manakah itu?"

"Di sini!"

"Kenapa dia pasti dapat datang ke mari?"

"Karena ia telah berjanji dengan toa-tauke bahwa malam ini akan berjumpa di tempat ini, tentu saja dia akan datang lebih dulu ke mari untuk melihat keadaan di sini, dia harus tahu perangkap dan jebakan apakah yang telah disiapkan toa-tauke di sini!"

Menyusul kemudian kembali ujarnya:

"Dalam kota ini hanya tempat ini merupakan tempat yang paling dikenal olehnya, aku lihat setiap orangpun menaruh kesan yang cukup baik kepadanya, ia bisa mencari sembarangan tempat untuk menyembunyikan diri, orangnya toa-tauke pasti tak akan menemukannya, sebab kalau aku, mungkin saja akupun dapat berbuat demikian!"

Han-toa-nay-nay menghela napas panjang.

"Aaaaaiii.....sayang dia bukan Hou-toaya, ia tidak secermat dan seteliti Hou-toaya, jadi belum tentu dia akan berbuat demikian!"

Thi-hou tertawa dingin.

"Hou toaya, jika kau tidak percaya, silahkan mengadakan penggeledahan sendiri di seluruh gedungku ini", kata Han toa-nay-nay.

Ia tertawa paksa, lalu terusnya:

"Bukankah Hou-toaya juga hapal sekali dengan gedung ini?"

Thi-hou menatapnya tajam-tajam, selang sesaat kemudian tegurnya:

"Ia benar-benar tidak datang kemari?"

"Seandainya ia telah datang, masa aku tidak tahu?"

Sekali lagi Thi-hou menatapnya lama sekali, tiba-tiba ia bangkit berdiri, lalu dengan langkah lebar berlalu dari situ.

ooo)O(ooo

Sang surya telah condong ke langit barat.

Han toa-nay-nay duduk seorang diri di situ sambil termangu-mangu, hingga ia merasa yakin kalau Thi-hou sudah jauh meninggalkan tempat itu. Pelan-pelan dia baru bangkit berdiri, menghela napas dan bergumam seorang diri:

"A-kit wahai A-kit, sebenarnya siapakah kau? Masih belum cukupkah kesulitan yang kau cari buat dirimu sendiri? Kenapa kau masih mencarikan begini banyak kesulitan bagi orang lain?"

ooo)O(ooo

Di belakang dapur terdapat sebuah rumah kayu kecil dan bobrok, dalam rumah kayu itu hanya terdapat sebuah pembaringan, sebuah meja dan sebuah kursi.

Inilah rumah tinggal si koki yang bisu, meskipun kotor dan sempit, baginya sudah merupakan sebuah sorga-loka yang nyaman.

Setelah bekerja keras seharian penuh, di tempat inilah mereka akan berbaring dengan tenang dan tenteram serta melakukan pekerjaan yang mereka inginkan.

Di atas pembaringan itulah mereka telah lewatkan masa penghidupan yang paling manis, paling indah dan paling syahdu.

Sekalipun suaminya jelek dan kasar, sekalipun istrinya ceking dan kecil, akan tetapi mereka dapat memberikan kegembiraan dan kepuasan bagi lawan jenisnya, sebab mereka tahu hanya dengan berbuat demikianlah mereka baru dapat meraih kebahagiaan yang didambakan.

Apa yang mereka miliki akan mereka nikmati pula sepuas mungkin. Terhadap penghidupan mereka yang serba pas-pasan dan sederhana, merekapun merasa sangat puas.

ooo)O(ooo

Sekarang mereka suami isteri berdua duduk di atas pembaringan mereka, sepasang tangannya yang berada di atas meja saling menggenggam dengan kencangnya.

Memandang kemesraan mereka berdua, A-kit menghela napas panjang dalam hatinya, ..........kenapa aku selalu tak dapat merasakan penghidupan yang tenang dan penuh kedamaian seperti yang mereka alami?

Di atas meja tersedia tiga piring hidangan kecil, di situpun tersedia poci berisi arak.

Ketika si bisu menuding poci arak, istrinya lantas menjelaskan:

"Arak itu bukan arak baik, tapi benar-benar arak asli, si bisu tahu kalau kau paling suka minum arak!"

A-kit tidak berbicara.

Tenggorokannya seakan-akan telah tersumbat, dia tahu penghidupan yang mereka lewatkan sudah cukup payah dan menderita untuk memperoleh dua poci arak ini, mungkin mereka harus mengorbankan satu stel mantel dingin yang dimilikinya.

Ia sangat berterima kasih atas maksud baik mereka terhadapnya, tapi hari ini ia tak boleh minum arak, setetes arakpun tak boleh membasahi bibirnya.

Ia cukup memahami keadaan sendiri, asal ia mulai minum arak maka tak akan berhenti sebelum ia benar-benar mabuk.

Jika ia mabuk hari ini, maka jiwanya pasti akan melayang di tangan toa-tauke dan ia tak akan lolos dari cengkeramannya dalam keadaan hidup.

Si bisu mengernyitkan alis matanya dan sang istripun menjelaskan:

"Kenapa kau tidak minum? Meskipun arak kami bukan arak berkwalitet baik, paling tidak bukan kami peroleh dengan jalan mencuri!"

Bentuk tubuhnya persis seperti sebuah gurdi, apalagi sewaktu berbicara, tajamnya melebihi sebuah gurdi.

A-kit tidak menjadi marah atau tak senang hati, karena di tahu perempuan itu seperti pula suaminya mempunyai sebuah hati yang hangat dan penuh kasih sayang.

Iapun tahu dalam menghadapi manusia macam mereka, ada banyak persoalan yang selamanya tak mungkin dapat dijelaskan.

Oleh sebab itu, terpaksa dia harus minum arak itu.

Selamanya tak dapat menampik kebaikan orang apalagi orang itu adalah manusia macam si bisu.

Menyaksikan ia mengeringkan secawan arak, si bisupun tertawa, cepat ia penuhi kembali cawannya yang kosong itu dengan arak, meskipun banyak perkataan hendak diucapkan keluar, dari tenggorokannya hanya bisa mengeluarkan suara parau yang panjang pendek tak menentu.

Untunglah ia mempunyai seorang isteri yang telah lama mendampinginya, ia dapat memahami perasaan hati suaminya waktu itu.

Maka dengan suara lirih ia menjelaskan:

"Si bisu ingin memberitahukan kepadamu, bahwa kau bersedia minum araknya berarti kau telah menghargainya, ia telah menganggapmu sebagai sahabat yang paling karib, saudara yang paling baik!"

Ketika A-kit mendongakkan kepalanya, ia dapat merasakan sorot mata si bisu yang penuh dengan perasaan persahabatan serta keakraban yang hangat.

Ya, dalam keadaan ini mana mungkin arak tersebut tidak ia teguk sampai habis?

Si bisu sendiripun meneguk satu cawan arak, lalu menghela napas dengan puas. Baginya minum arak sudah merupakan suatu perbuatan yang amat sulit untuk tercapai, seperti juga ia begitu mendambakan suatu persahabatan yang akrab dan hangat.

Ia suka minum arak, tapi sangat jarang ada arak yang bisa diminum, ia suka berteman tapi belum pernah ada orang yang bersedia menganggapnya sebagai teman.

Sekarang kedua-duanya telah ia dapatkan, terhadap kehidupan manusia, ia tidak mempunyai keinginan yang lain lagi, dia hanya merasa puas dan amat berterima kasih.

Ya, ia berterima kasih kepada Thian karena telah memenuhi segala sesuatu yang diinginkan.

Menyaksikan mimik wajahnya itu, A-kit merasa tenggorokannya seakan-akan kembali tersumbat. Sumbatan tersebut hanya bisa disingkirkan dengan minum arak sebanyaknya, maka sudah banyak arak yang berpindah ke dalam perutnya.

Dalam keadaan beginilah tiba-tiba Han toa-nay-nay menerobos masuk ke dalam, dengan terkejut dan mata terbelalak ditatapnya cawan kosong di tangannya itu, kemudian tegurnya:

"Hei, kau lagi-lagi sedang minum arak?"

"Hanya minum sedikit!", jawab A-kit.

"Kau sendiri juga tahu bahwa pada hari ini tidak sepantasnya kau minum arak, kenapa kau minum arak juga?"

"Karena si bisu adalah sahabatku!"

Han toa-nay-nay menghela napas panjang.

"Teman, teman, berapa tahilkah harganya seorang teman? Apakah ia jauh lebih berharga daripada selembar jiwamu sendiri?"

A-kit tidak menjawab, diapun tidak perlu menjawab.

Siapapun jua pasti dapat mengetahui, bahwa ia memandang suatu persahabatan jauh lebih berharga daripada selembar nyawa sendiri.

.......Nyawa sebenarnya hanya sesuatu yang kosong, sekalipun kekosongan tersebut dapat diisi dengan pelbagai persoalan yang berharga, tapi kalau di antaranya kekurangan suatu persahabatan, maka berapa banyak lagi yang masih tersisa?

Han toa-nay-nay sendiripun seorang peminum arak, ia cukup memahami bagaimanakah perasaan dari seorang setan arak yang mulai minum arak lagi setelah berpantang banyak waktu?

Dalam suasana menjelang pertarungannya melawan manusia macam toa-tauke dan manusia macam Thi-hou, keadaan semacam itu justru akan menghancurkan semangat dan tenaga seseorang.

Tiba-tiba Han toa-nay-nay mengulurkan tangannya dan menyambar poci arak di meja, diteguknya hingga habis sisa arak yang masih tertinggal dalam poci tersebut.

Arak berkwalitet rendah biasanya merupakan arak keras, sinar matanya segera menunjukkan tanda-tanda mabuk, sambil melotot ke arah A-kit segera tegurnya:

"Tahukah kau barusan ada manusia macam apa yang datang mencari jejakmu.......?"

"Thi-hou maksudmu?"

"Tahukah kau manusia macam apakah itu?"

"Seorang manusia yang sangat lihay!"

Han toa-nay-nay segera tertawa dingin.

"Heeehhh.......heeeeehhh.....heeeeehhh....bukan cuma lihay, bahkan jauh lebih lihay daripada apa yang kau bayangkan semula!"

"Oya?"

"Bukan saja dia mengetahui bahwa kau pasti berada di sini, lagi pula diapun bisa menduga siapakah kau?"

"Siapakah kau?"

"Seorang yang sebenarnya sudah mati!"

Paras muka A-kit sedikitpun tidak berubah, hanya ujarnya dengan ewa:

"Tapi sekarang aku toh masih hidup!"

"Diapun tidak percaya kalau kau telah mati, tapi aku percaya!"

Setelah berhenti sejenak, dengan suara lantang dia lantas berteriak kembali:

"Aku percaya, dia pasti dapat membuat kau mati sekali lagi!"

"Kalau aku adalah seorang yang seharusnya sudah mati, apa salahnya kalau mati sekali lagi?"

Han toa-nay-nay tidak dapat berbicara lagi.

Terhadap manusia semacam ini, dia benar-benar merasa kehabisan akal dan daya, terpaksa ujarnya setelah menghela napas panjang.

"Padahal Thi-hou sendiripun mengakui, seandainya kau benar-benar adalah orang itu, maka dia sendiripun bukan tandinganmu, tapi kau......mengapa kau justru menghancurkan dirimu sendiri? Kenapa kau justru minum arak dalam keadaan seperti ini?"

Makin berbicara kobaran hawa amarah dalam dadanya makin memuncak, dibantingkan poci arak itu ke atas tanah keras-keras, kemudian makinya kalang kabut:

"Apalagi arak yang diminum adalah arak kwalitet rendah semacam Sau-to-cu yang bisa membuat nyawapun ikut terminum ludas!"

Paras muka A-kit masih tetap dingin tanpa emosi, ia hanya mengucapkan dua patah kata:

"Keluar kau!"

"Apa? Kau tahu aku adalah manusia macam apa di sini? Kau suruh aku keluar dari sini?", teriak Han toa-nay-nay sambil mencak-mencak kegusaran.

Tidak ada komentar: