Pendekar Gelandangan 024

Pendekar Gelandangan

Karya: Khu Lung

24

"Aku tidak ambil perduli siapakah kau dan apa jabatanmu di sini, aku hanya tahu tempat ini adalah rumah temanku, entah siapapun yang berani berteriak dan berkaok-kaok dalam rumah sahabatku, aku pasti akan mempersilahkannya keluar dari sini"

"Tahukah kau siapa yang telah memberikan rumah ini kepadanya?"

Pelan-pelan A-kit bangkit berdiri, sambil memandang wajahnya lekat-lekat dia berseru:

"Aku hanya tahu aku minta kepadamu untuk keluar dari sini, lebih baik kau segera ke luar dari tempat ini!"

Dengan terperanjat Han toa-nay-nay memandang ke arahnya, lalu selangkah demi selangkah mundur ke belakang.

Dalam sekejap mata itulah dia baru merasakan bahwa A-kit yang tak berguna ini seakan-akan telah berubah menjadi seseorang yang lain, berubah menjadi begitu sadis begitu kejam dan tidak berperasaan.

Setiap perkataan yang ia ucapkan kini telah berubah menjadi perintah, entah siapapun juga orang itu, mereka tak akan berani membangkang perintahnya itu.

Karena pada saat itu, siapapun juga akan merasakan bahwa barang siapa berani membangkang perintahnya, maka dia akan segera merasa menyesal.

Seseorang tak nanti akan mengalami perubahan sedemikian cepatnya, hanya seseorang yang sudah lama terbiasa memberi perintah kepada orang lain yang bisa memiliki kewibawaan sebesar ini.

Hingga mundur sampai di pintu luar, Han toa-nay-nay baru berani mengucapkan kata-kata seperti apa yang ingin dia katakan:

"Kau pasti orang itu, kau pasti adalah orang itu!"

"Bukan!", seseorang menyambung ucapannya secara tiba-tiba dari belakang tubuhnya.

ooo)O(ooo

Ketika Han toa-nay-nay memutar tubuhnya, ia telah menyaksikan Thi-hou si harimau baja telah berdiri di situ.

Wajahnya sekaku batu karang yang terkikis oleh hembusan angin, begitu kasar, begitu seram dan begitu mantap.

Wajah Han-toa-nay-nay mulai berkerut dan gemetar keras lantaran ngeri dan takut, bisiknya tergagap:

"Kau......kau bilang dia........dia bukan?"

"Terlepas siapakah dia dahulunya, sekarang ia telah berubah, sekarang ia telah berubah menjadi seorang setan arak yang sama sekali tak ada gunanya!"

"Dia bukan setan arak, jelas dia bukan setan arak!", bantah Han-toa-nay-nay.

"Perduli siapakah dia, hanya manusia pengecut, hanya setan arak saja yang berani minum arak menjelang berlangsungnya suatu duel!"

"Tapi akupun tahu bahwa dalam dunia persilatan terdapat tidak sedikit pendekar arak, dia harus minum sampai mabuk lebih dahulu sebelum kepandaian saktinya dapat dipergunakan!"

Thi-hou tertawa dingin.

"Cerita-cerita tentang pendekar arak hanya bisa dipakai untuk membohongi anak kecil!"

"Tapi setiap kali aku sudah minum arak, tanpa terasa nyaliku menjadi bertambah besar!", bantah Han toa-nay-nay lagi.

"Seorang lelaki yang sejati, tidak akan mempergunakan arak untuk membesarkan nyalinya"

"Setelah minum arak, tenagaku pun terasa bertambah lebih besar dan kuat........"

"Pertarungan antara dua orang jago lihay, bukan tenaga yang dipertarungkan"

Han toa-nay-nay bukannya seorang perempuan yang tak pernah bergaul dengan masyarakat luas, tentu saja diapun memahami ucapan tersebut.

Sesungguhnya ia sengaja mengajak Thi-hou mengobrol dengan tujuan agar membuyarkan perhatian orang itu serta menciptakan kesempatan baik A-kit.

Entah mau kabur, atau hendak turun tangan, ia dapat membantu A-kit untuk menciptakan kesempatan baik itu.

Akan tetapi A-kit sama sekali tidak berkutik, bergeserpun tidak.

Kembali si harimau baja berkata:

"Arak dapat membuat reaksi seseorang menjadi lambat, membuat dugaannya menjadi keliru, dalam pertarungan antara sesama jago lihay, hanya sedikit kesalahan yang dilakukan akan mengakibatkan suatu kegagalan total"

Kata-kata semacam itu sudah tidak ditujukan lagi kepada Han toa-nay-nay, sepasang matanya yang tajam telah menatap wajah A-kit tanpa berkedip, kemudian sepatah demi sepatah kata, dia melanjutkan:

"Kalau ada dua orang jago lihay sedang bertarung, bila kalah dalam satu gerakan saja, maka akibatnya adalah kematian yang mengerikan!"

Paras muka A-kit sama sekali tidak memperlihatkan perubahan emosi, hanya tanyanya dengan suara ewa:

"Kau adalah seorang jago lihay?"

"Kalau toh aku sudah mengetahui siapakah kau, seharusnya kau juga telah mengetahui siapakah aku!"

"Aku hanya tahu kau adalah orang yang mengundang aku makan bakmi daging sapi, sayang kau tidak memberi uang untuk membayar rekening tersebut, jadi rekening itu akhirnya aku bayar sendiri"

Setelah berhenti sebentar, lanjutnya lagi dengan suara tawar:

"Walaupun aku bukan seorang jago lihay, tapi aku tak pernah makan makanan orang tanpa membayar!"

Thi-hou menatapnya lekat-lekat, sekujur tubuhnya terutama setiap bagian tulang persendiannya tiba-tiba memperdengarkan suara letupan-letupan nyaring bagaikan berondong mercon.

Itulah ilmu tenaga gwakang yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan yang paling tinggi, orang menyebutnya sebagai ilmu It-cuan-pian (serenteng mercon).

Dalam dunia persilatan dewasa ini hanya dua orang yang berhasil melatih ilmunya hingga mencapai ke tingkatan setinggi ini.

Mereka adalah Hong-im-lui-hou (Harimau geledek penimbul badai) Lui Ceng-thian, yang belum pernah menjumpai tandingannya selama hidup dan selama ini berkeliaran di wilayah Liau-pak, serta Giok-pah-ong (Raja bengis kemala) Pek Im-shia, seorang pentolan kaum Liok-lim yang selama dua puluh tahun menguasai bukit Ci-lian-san.

Sejak berhasil menguasai sebagian besar dunia persilatan, Giok-pah-ong pun mengundurkan diri dari keramaian dunia, jejaknya sudah jarang sekali ditemukan dalam dunia persilatan.

Jejak si Harimau geledek penimbul badai pada hakekatnya memang misterius dan jarang ditemui orang, apalagi belakangan ini bahkan kabar beritanyapun tak kedengaran lagi.

Ada orang yang mengatakan bahwa dia telah tewas di ujung pedang seorang jago pedang kenamaan, tapi ada pula orang yang mengatakan bahwa ia telah mati bersama si jago pedang itu.

Konon menurut cerita yang tersiar di dalam dunia persilatan, jago pedang yang dimaksudkan itu tak lain adalah Yan Cap-sa, si jago pedang yang tiada tandingannya di kolong langit.

Bahkan ada pula orang yang berkata bahwa Lui Ceng-thian telah menggabungkan diri dengan suatu organisasi rahasia dalam dunia persilatan, ia telah menjadi salah seorang pentolan di antara delapan pentolan yang memimpin organisasi rahasia tersebut.

Menurut cerita, organisasi rahasia itu jauh lebih rahasia lagi bila dibandingkan dengan perkumpulan Cing-liong-hwee (naga hijau) yang termasyhur di masa lampau, bahkan kekuasaannya jauh lebih besar dan luas........

ooo)O(ooo

Setelah berkumandangnya serentetan bunyi mercon tadi, tubuh Thi-hou yang tinggi besar seakan-akan berubah lebih besar dan mengerikan.

Tiba-tiba ia menghembuskan napas panjang sambil membentak keras:

"Masihkah kau tidak tahu siapa aku ini?"

A-kit menghela napas panjang.

"Aaaaiiii......hanya satu hal yang masih belum kupahami!", sahutnya.

"Dalam hal yang mana?"

"Seharusnya kau tewas di ujung pedang Yan Cap-sa, kenapa sekarang kau malah menjadi kaki-tangannya orang lain?"

Thi-hou menatapnya tajam-tajam, mendadak diapun menghela napas panjang.

"Aaaaiiiii.......ternyata memang kau, ternyata memang benar-benar kau, aku tak salah lagi!"

"Kau mempunyai keyakinan?"

"Kecuali kau, siapakah manusia di dunia ini yang begitu berani bersikap kurang ajar kepada aku Lui Ceng-thian?"

"Apakah toa-tauke mu juga tidak berani?"

Thi-hou tidak menjawab, kembali katanya:

"Hampir selama tujuh tahun terakhir ini, setiap waktu setiap saat aku selalu mengharapkan bisa memperoleh kesempatan baik untuk berduel denganmu, tapi justru kau juga orang yang paling tidak ingin kutemui, karena aku sama sekali tidak mempunyai keyakinan untuk bisa menangkan dirimu......."

"Pada hakekatnya kau sama sekali tidak mempunyai kesempatan tersebut!"

"Tapi hari ini kesempatan baikku telah tiba, belakangan ini terlalu banyak arak yang kau minum, kesempatanmu untuk berlatih diri tentu jauh lebih berkurang"

A-kit tak dapat menyangkal kebenaran dari ucapannya itu.

"Sekalipun hari ini aku bakal mati di ujung pedangmu", demikian Thi-hou melanjutkan, "itupun merupakan apa yang ku idamkan selama ini, jadi matipun tak akan menyesal, cuma saja........."

Tiba-tiba sinar matanya memancarkan hawa pembunuhan yang sangat mengerikan, terusnya:

"Cuma dalam pertarungan kita hari ini, baik siapa akan menang dan siapa akan kalah, kita tak boleh membiarkan orang ke tiga yang mengetahui rahasia kita ini menyiarkan rahasia tersebut di luaran"

Paras muka A-kit berubah hebat.

Thi-hou telah memutar badannya secepat kilat sebuah kepalan segera di sodok ke depan, tubuh Han toa-nay-nay seketika itu juga mencelat jauh sekali dari tempat semula.

Ketika tubuhnya tergeletak di tanah, selamanya ia tak dapat menjual belikan tubuh dan masa remaja setiap perempuan di dunia ini lagi, diapun tak akan sanggup untuk membocorkan rahasia dari siapapun juga.

Paras muka A-kit berubah sepucat kertas, namun ia tidak mencegah perbuatannya itu.

Thi-hou menghembuskan napas panjang, tenaga baru kembali pulih, katanya kemudian:

"Apakah dua orang yang berada dalam rumah ini adalah sahabatmu?"

"Benar!"

"Aku tidak ingin membinasakan temanmu, tapi dua orang itu bagaimanapun jua harus mati!"

"Kenapa?"

"Di kolong langit dewasa ini ada berapa orang yang mampu mengalahkan Lui Ceng-thian?", tanya Thi-hou dingin.

"Tidak terlalu banyak"

"Bila kau berhasil menang, tentunya kaupun tidak ingin membiarkan orang lain membocorkan rahasia dari hasil pertarungan ini kepada orang lain, bukan?"

A-kit tak dapat menyangkal perkataan tersebut.

Asal tidak ada orang lain yang membocorkan rahasia mereka, andaikata ia menang, maka yang dikalahkan olehnya tidak lebih hanya seorang budak di bawah pimpinan Toa-tauke, sebaliknya jika dia yang kalah, maka yang mati tidak lebih hanya seorang A-kit yang tak berguna.

Bagaimana jika A-kit tetap hidup? Dan bagaimana pula jika ia mati?

"Mati hidup kita bukan persoalan", kembali Thi-hou berkata, "tapi rahasia kita tak boleh sekali-kali sampai bocor dan diketahui orang lain"

A-kit membungkam dalam seribu bahasa, wajahnya berubah semakin pucat pasi.

"Kalau memang demikian, mengapa kau masih juga belum turun tangan sendiri?", tegur Thi-hou.

A-kit termenung lama sekali, akhirnya pelan-pelan ia baru berkata:

"Aku tidak dapat pergi, sebab mereka semua adalah sahabat-sahabatku.......!"

Thi-hou menatapnya lekat-lekat, mendadak ia menengadah dan tertawa terbahak-bahak.

"Haaaaahhhh..... haaaahhhhh..... haaahhhhh.... teringat di kala kau malang melintang dalam dunia persilatan dengan sebilah pedangmu dan tidak menemui tandingan di mana-mana, nyawa siapakah yang pernah kau hargai seperti ini? Demi memperoleh kemenangan perbuatan apapun pernah kau lakukan, tapi sekarang kenapa kau tidak tega turun tangan terhadap dua orang manusia semacam itu?"

Kemudian sambil menengadah kembali ia tertawa tergelak.

"Haaaahhhhh....... .haaaaaahhh...... haaahhhh....aku tahu kau sendiripun pernah berkata, untuk menjadi seorang jago pedang yang tiada tandingannya di kolong langit, maka kau musti tidak berperasaan dan tidak kenal rasa kasihan, tapi sekarang.....? Heeehhhhh....... heeehhhhh.... heeeehhhh.... sekarang kau telah berubah, kau sudah bukan jago pedang yang tiada tandingannya di kolong langit lagi. Dalam pertarungan ini kau sudah pasti akan menderita kekalahan total!"

Tiba-tiba A-kit mengepal sepasang telapak tangannya kencang-kencang, kelopak matapun ikut menyurut.

"Padahal apakah kau hendak membunuh mereka atau tidak, aku sama sekali tidak ambil perduli, sebab asal aku berhasil mengalahkan dirimu, asal aku mampu membinasakan dirimu, apakah mereka bisa pergi dari cengkeramanku dengan begitu saja?"

Kali ini A-kit benar-benar terbungkam, dia benar-benar tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.

Setelah hening sejenak, Thi-hou si Harimau Baja, kembali berkata lebih jauh:

"Sekalipun kau telah mengalami perubahan, tapi kau tetap masih hidup, di manakah pedangmu?"

A-kit tidak menjawab, pelan-pelan ia membungkukkan badan dan memungut sebatang ranting dari atas tanah.

"Itukah pedangmu?", jengek Thi-hou setelah mengawasi beberapa kejap ranting kayu yang berada dalam genggaman A-kit itu.

A-kit tetap tenang, bahkan suaranya kedengaran agak hambar:

"Aku telah banyak mengalami perubahan, demikian pula dengan pedangku, senjata itupun ikut mengalami banyak perubahan!"

"Bagus........bagus sekali........!"

Hanya kata-kata itu saja yang sanggup diucapkan, dalam keadaan demikian kecuali beberapa patah kata tadi, apalagi yang sanggup diutarakan keluar?

Tiba-tiba bunyi gemerutukan yang amat nyaring bagaikan bunyi serenteng mercon kembali berkumandang memecahkan kesunyian.

Sekali lagi dia telah menghimpun segenap tenaga dalam kekuatannya untuk bersiap-siap melancarkan serangan.

Tenaga dalam yang paling dia andalkan adalah tenaga gwakang yang telah dilatihnya hingga mencapai puncak kesempurnaan itu, suatu kepandaian sakti yang sukar ditemukan keduanya di dunia ini.

Dan orangnya memang tak lain adalah Lui Ceng-thian, si jago tangguh yang malang melintang dalam dunia persilatan selama ini tanpa berhasil ditemukan tandingannya.

Dalam hatinya penuh diliputi keyakinan serta percaya pada diri sendiri, dan tampaknya ia sudah mempunyai keyakinan serta persiapan yang cukup masak untuk menghadapi pertempuran kali ini.

ooooOOOOoooo

Bab 10. Pedang Si A-kit

Sinar matahari senja memancar merah bagaikan darah, tapi darah belum sampai mengalir ke luar.

Pedang A-kit masih berada dalam genggamannya.

Meskipun senjata tersebut bukan sebilah pedang sungguhan, sekalipun hanya sebatang ranting kering yang terjatuh dari atas dahan, tapi setelah berada di tangannya segera berubah menjadi sebuah senjata pembunuh yang tak terkirakan dahsyatnya.

Ketika ilmu sakti 'serentengan mercon' dari Lui Ceng-thian baru saja dikerahkan, ketika seluruh tubuhnya sedang dipenuhi oleh daya penghancur serta rasa percaya pada diri sendiri, pedang A-kit telah menusuk ke depan, persis menutul di atas persendian tulang yang baru saja mengeluarkan bunyi gemeretukan itu.

Serangan itu dilakukan sangat enteng dan sedikit mengambang, bahkan ranting kering itupun ikut bergetar mengikuti bunyi gemerutukan persendian tulang itu.

Mula pertama ranting itu berada di atas jari manis tangan kirinya, kemudian melompat naik ke atas pergelangan tangan, lalu melompat lagi ke atas sikut kiri, bahu, punggung.....

Begitu ilmu sakti 'serentengan mercon' dikerahkan, ibaratnya guntur yang membelah bumi, untuk sesaat tak mungkin bisa dihentikan di tengah jalan.........

Sekujur tubuh Thi-hou ibaratnya sudah tertempel pada ranting kering tersebut, bergerak sedikitpun tak bisa.

Ketika ranting kayu itu melompat naik ke atas bahu kirinya, wajah orang itu telah berubah menjadi pusat pasi seperti mayat, peluh dingin sebesar kacang mengucur keluar bagaikan hujan gerimis.

Menanti setiap persendian tulang di sekujur tubuhnya telah berbunyi dan pada akhirnya berhenti pada jari kelingking pada tangan kanannya, ranting kayu itu tiba-tiba berubah menjadi bubuk dan membuyar terhembus angin dingin.

Tubuhnya masih juga berdiri tak bergerak di tempat semula, peluh dingin yang membasahi wajahnya tiba-tiba saja menjadi kering dan merekah, bola matanya penuh dengan jalur-jalur merah darah.

Lama sekali ia menatap wajah A-kit, akhirnya meluncur juga sepatah kata. Suaranya ketika itu ikut berubah menjadi berat, rendah dan parau.

Sepatah demi sepatah kata ia bertanya:

"Ilmu pedang apakah itu?"

"Itulah ilmu pedang yang khusus dipergunakan untuk memecahkan ilmu 'serentengan mercon'!"

"Bagus, bagus......."

Ketika kata 'bagus' yang kedua kalinya terlontar keluar dari mulutnya, mendadak tubuhnya yang lebih kuat dari sebuah patung Lo-han baja itu mulai lemas, mulai ambruk dan roboh ke tanah.......

Tubuhnya yang kuat dan keras bagaikan baja, kini telah berubah menjadi lemas dan sama sekali tak berguna lagi.

Bubuk ranting masih terbang menyebar mengikuti hembusan angin, tapi tubuhnya telah berhenti bergerak untuk selamanya.

ooo)O(ooo

Sinar matahari sore telah pudar.

Pelan-pelan A-kit membuka telapak tangannya, sepotong ranting kering yang masih berada dalam genggamannya segera berubah menjadi bubuk dan ikut tersebar mengikuti hembusan angin.

Itulah suatu kekuatan yang amat menakutkan, bukan saja ranting kering itu telah tergetar hancur menjadi bubuk, tangannya ikut tergetar pula sehingga terasa kaku.

Akan tetapi ia sendiri sama sekali tidak mempergunakan tenaganya walau hanya sedikit jua.

Semua kekuatan terpancar keluar dari setiap persendian yang meletup-letup di sekujur badan Thi-hou, dan dia tak lebih hanya menggunakan tenaga yang ada untuk meminjam tenaga belaka, dengan mempergunakan getaran serta kekuatan yang terpancar ke luar dari tulang persendian Thi-hou. Yang pertama dia menghancurkan tulang persendian, kedua yang berada di atas seluruh tubuhnya pula.

Sekarang seluruh tulang persendian di sekujur tubuh Thi-hou telah terpukul hancur...... terpukul hancur oleh kekuatannya sendiri.

Seandainya A-kit pun mengerahkan tenaganya, maka kemungkinan besar kekuatan tersebut akan berbalik mengalir ke dalam ranting, menyusup lengan dan menghantam isi perutnya.

Itulah yang dikatakan bila dua orang jago lihay sedang bertarung, mereka bukan bertarung dengan kekuatan.

Thi-hou sendiri memahami pelajaran tersebut, sayang ia menilai terlalu rendah musuhnya yang bernama A-kit ini.

......Kau telah berubah, kau sudah bukan seorang jago pedang yang tiada tandingannya lagi di dunia ini, kau pasti akan menderita kalah dalam pertarungan ini.

Sombong, tinggi hati, pada hakekatnya persis seperti arak, bukan saja dapat salah dalam penilaian, dapat pula membuat orang menjadi mabuk.

A-kit telah minum arak, iapun telah memberikan pula sepoci kepadanya.......'sepoci kesombongan'.

A-kit tidak mabuk, tapi ia telah mabuk.

......Yang dipertarungkan oleh jago-jago lihay bukan cuma kekuatan dan kepandaian silat, merekapun harus beradu kecerdasan.

Bagaimanapun juga, memang selalu lebih baik daripada kalah, untuk mendapatkan kemenangan. Orang memang musti berusaha serta memperjuangkannya dengan cara apapun.

ooo)O(ooo

Ketika angin berhembus lewat, A-kit masih juga berdiri termangu di tempat semula, saat itulah ia menemukan bahwa si bisu suami isteri masih berdiri di luar rumah mereka sambil memandang ke arahnya.

Sorot mata si bisu memancarkan suatu perubahan mimik wajah yang aneh, sedangkan istrinya tertawa dingin tiada hentinya.

"Heeeehhhh..... heeeehhh.... heehhhhhh.... sekarang kami baru tahu manusia macam apakah kau sebenarnya", demikian ia berseru.

A-kit tidak menjawab, sebab diapun sedang bertanya pada diri sendiri:

"Manusia macam apakah sebenarnya aku ini?"

Jawab bininya si bisu:

"Sesungguhnya kau tak boleh minum arak, tapi kau memaksa untuk minumnya, hal ini disebabkan kau tahu bahwa Thi-hou pasti akan datang, kaupun ingin membunuh kami, tapi tidak juga melakukannya, ini disebabkan karena kau tahu bahwa hakekatnya kami tak akan berhasil kabur, kalau tidak mengapa kau biarkan Thi-hou membunuh Han-toa-nay-nay?"

Nada suaranya selalu lebih tajam daripada sebuah gurdi, terusnya lebih jauh:

"Kau sengaja berbuat demikian karena kau berharap Thi-hou menganggapmu telah berubah, sengaja membuat ia tak pandang sebelah mata kepadamu, dan kini setelah kau membunuhnya, kenapa masih belum juga datang ke mari untuk membunuh kami suami isteri berdua? Apakah kau tidak tahu kalau sampai kami membocorkan rahasiamu kepada orang lain?"

Pelan-pelan A-kit berjalan maju ke depan.

Dengan penuh kemurkaan bininya si bisu telah membanting uang perak itu keras-keras ke tanah, lalu teriaknya lebih jauh:

"Dari dalam periuk nasi tak akan muncul uang sendiri, kamipun tidak menginginkan uang perakmu, kalau toh kau anggap sudah tidak berhutang lagi kepada kami, kamipun tidak merasa berhutang lagi kepadamu........."

A-kit mengulurkan tangannya pelan-pelan ke depan.

Tapi bukan uang perak di atas tanah yang diambil, diapun tidak membunuh mereka, ia tak lebih hanya menggenggam tangan si bisu.

Tidak ada komentar: