Pendekar Gelandangan 026

Pendekar Gelandangan

Karya: Khu Lung

26

Dengan ujung jarinya pelan-pelan Ki-ling membuat lingkaran di atas dada kekasihnya, lalu berbisik lagi:

"Tapi aku sendiripun merasa tidak habis mengerti, sesungguhnya permainan setan apakah yang sedang kau lakukan selama ini?"

"Permainan setan apa yang sedang kulakukan?"

"Bukankah kau telah mencarikan lagi sejumlah bala bantuan untuk membantu si kura-kura tua itu?"

"Ehmmm! Benar......."

"Siapa-siapa saja yang telah kau undang datang?"

"Pernahkah kau mendengar tentang Hek-sat (Pembunuh hitam)?"

Ki-ling gelengkan kepalanya berulang kali.

"Apakah Hek-sat adalah seorang manusia?", ia balik bertanya.

"Bukan, bukan cuma seorang manusia melainkan sekelompok manusia!"

"Kenapa mereka harus mencari nama yang tak begitu sedap didengar untuk diri sendiri?"

"Karena pada hakekatnya mereka seperti semacam penyakit menular, barang siapa bertemu dengan mereka, maka jangan harap jiwanya bisa ketolongan lagi!"

"Manusia macam apa saja yang tergabung dalam kelompok tersebut.....?"

"Manusia beraneka ragam ada semua dalam kelompok itu, ada yang berasal dari aliran rendah, ada pula yang berasal dari partai Bu-tong atau partai Siau-lim, tapi lantaran melanggar peraturan, maka mereka dikeluarkan dari perguruan, bahkan ada pula yang datang dari Hu-siang-to di lautan Timur, orang-orang itu dinamakan orang suku Ainu yang kebanyakan mengembara ke daratan kita!"

Suku Ainu adalah penduduk asli Jepang yang kebanyakan berdiam di pulau Okinawa.

"Apakah mereka semua memiliki serangkaian ilmu silat yang amat luar biasa hebatnya?"

Tiok Yap-cing manggut-manggut.

"Ya, cuma bagian yang benar-benar paling menakutkan dari mereka bukanlah ilmu silat yang mereka miliki!"

"Lantas apa?"

"Mereka adalah sekelompok manusia yang paling tidak tahu malu dan paling tak menyayangi nyawa sendiri!"

Mendengar ucapan tersebut, Ki-ling menghela napas panjang, mau tak mau dia harus mengakuinya juag:

"Ya, manusia semacam ini memang benar-benar amat sukar untuk dilayani........"

"Oleh karena itu kau baru merasa heran, kenapa aku musti mencari orang-orang itu untuk membantu kura-kura tua guna menghadapi A-kit........?"

"Ehmmm! Benar........."

Tiok Yap-cing kembali tersenyum.

"Kenapa tidak kau bayangkan, sekarang bahkan Thi-hou yang tersohor karena kelihayannya pun sudah mampus, kalau tiada orang-orang itu yang melindungi keselamatan jiwanya, mana ia berani pergi menjumpai A-kit? Kalau A-kit bahkan wajahnyapun tak pernah djumpai, mana mungkin jiwanya bisa direnggut?"

Dengan cepat Ki-ling dapat memahami maksud hatinya, meski demikian toh tak tahan ia bertanya lagi:

"Setelah ada orang-orang semacam itu yang melindungi keselamatan jiwanya, mana mungkin dia bakal mampus?"

"Ya, justru dia akan mampus dengan lebih cepat lagi!"

"Masakah manusia-manusia yang begitu lihaypun masih juga buka tandingan dari A-kit?", Ki-ling nampak kurang percaya.

"Pasti bukan tandingannya!"

"Maka dari itu, kali ini dia sudah pasti akan mampus!"

"Kemungkinan besar memang demikian!"

Ki-ling segera melompat bangun dan menindih di atas badannya dengan kening berkerut tiba-tiba ia berseru:

"Tapi kau telah melupakan akan satu hal!"

"Oya?"

"Setelah kematian Toa-tauke, bukankah yang bakal dihadapi A-kit adalah kau sendiri?"

"Kemungkinan besar memang demikian!"

"Sampai waktunya, apa yang siap kau lakukan?"

Tiok Yap-cing hanya tersenyum dan tidak menjawab.

"Apakah kau sudah mempunyai cara bagus untuk menghadapinya?, desak Ki-ling lagi.

Tiok Yap-cing tidak menyangkal, tapi diapun tidak berkata apa-apa........

"Kau yakin pasti berhasil?"

"Kapan sih kulakukan pekerjaan yang tidak kuyakini?", tiba-tiba Tiok Yap-cing balik bertanya.

K-ling segera menghembuskan napas lega, dengan ujung bajunya ia mengerling sekejap ke arahnya, lalu ujarnya:

"Menanti kejadian itu telah berlangsung, sudah barang tentu kau adalah Toa-tauke baru, bagaimana dengan aku?"

"Tentu saja kau adalah nyonya tauke!", jawab Tiok Yap-cing sambil tertawa tergelak.

Ki-ling tertawa merdu, seluruh tubuhnya menindih di atas badan pemuda itu, lalu sambil menggigit pelan ujung telinganya, ia berbisik:

"Lebih baik kau musti ingat, nyonya tauke hanya ada satu, kalau tidak maka........"

Perkataannya belum habis diucapkan ketika tiba-tiba Tiok Yap-cing menutup bibirnya sambil berbisik rendah:

"Siapa?"

Bayangan manusia berkelebat lewat di luar jendela, menyusul seseorang menjawab dengan suara yang rendah dan parau:

"Aku, Cui losam!"

"Silahkan masuk......!", bisik Tiok Yap-cing lagi sambil menghembuskan napas panjang.

Kembali sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, "Kreeekkk", daun jendela di buka orang, cahaya lampu pun berkelebat lebat, tahu-tahu seseorang telah berdiri di hadapan mereka. Ketika sinar lampu menimpa di atas wajahnya, maka tampaklah raut mukanya yang hijau membesi serta bibirnya yang tampak kejam dan buas.

Sepasang matanya tajam tersembunyi di balik topi lebarnya yang terbuat dari anyaman bambu dan menatap bahu Ki-ling yang telanjang lekat-lekat.

Sekalipun sebagian besar tubuh Ki-ling sudah tersembunyi di balik selimut, tapi barang siapapun yang berada di situ pasti dapat menyaksikan dengan jelas sebagian kecil tubuhnya yang berada di luar, dan dari bagian yang terlihat itu orang pasti bisa membayangkan keseluruhan dari tubuhnya yang telanjang itu, tak bisa disangkal lagi bagian tubuh lainnya yang bugil sudah pasti sama halus dan putihnya seperti kulit pada bahunya.

Sudah barang tentu Ki-ling juga bisa menduga, apa yang mereka pikirkan di kala kaum pria sedang memperhatikannya.

Akan tetapi ia sama sekali tidak menarik kembali bagian tubuhnya yang berada di luar selimut, ia paling suka menyaksikan kaum lelaki memandang ke arahnya dengan sinar mata seperti itu.

Cui losam merendahkan lagi topi lebarnya sehingga hampir menutupi sebagian besar wajahnya, dengan dingin ia bertanya:

"Siapakah perempuan itu?"

"Dia adalah orang kita sendiri. Tidak menjadi soal!", jawab Tiok Yap-cing cepat.

Ki-ling mencibirkan bibirnya, tiba-tiba diapun bertanya:

"Cui losam yang ini bukankah Im-li-kim-kong (Kim kong dalam mega) Cui losam yang dimaksudkan?"

Sambil tersenyum Tiok Yap-cing manggut-manggut.

"Betul, banyak tahun sudah kami telah berkenalan ketika kita masih ada di wilayah Liau pak tempo hari"

"Oleh karena itu kaupun sudah tahu kalau Thi-hou sesungguhnya bukan dia.......?", sambung Ki-ling lagi.

Menyinggung soal Thi-hou, sepasang tangan Cui losam segera mengepal kencang-kencang.

Tiok Yap-cing tertawa katanya:

"Sekarang perduli siapakah Thi-hou itu sudah tidak menjadi soal lagi, karena aku telah membunuhnya untuk dia!"

"Sekarang apakah jenazahnya masih ada di sini?", tanya Cui losam sambil menahan geramnya.

"Ya, masih berada di luar, setiap waktu setiap saat kau boleh mengangkutnya pergi!"

Cui losam mendengus dingin.

Kalau seseorang yang sudah matipun mayatnya tidak dilepaskan dengan begitu saja, dari sini dapat diketahui bahwa permusuhan serta rasa dendam mereka berdua sudah benar-benar amat mendalam.

"Dimana orang-orang yang ku kehendaki?", Tiok Yap-cing gantian bertanya kepadanya.

"Aku telah berjanji membawa mereka datang, tentu saja mereka pasti akan datang!"

"Ke sembilan orang itu pasti akan datang semua?"

"Ya, seorangpun tak akan berkurang!"

"Kita akan bertemu muka di mana?"

"Merekapun amat suka bermain perempuan, mereka semua pernah mendengar pula kalau di sini terdapat seorang perempuan yang bernama Han toa-nay-nay!"

Tiok Yap-cing segera tersenyum, katanya:

"Sekalipun saat ini Han toa-nay-nay sudah tidak ada lagi, tapi aku masih dapat menjamin bahwa mereka tentu akan memperoleh kepuasan seperti apa yang diharapkan!"

Setajam sembilu sorot mata Cui losam yang memancar keluar dari balik topi lebarnya, dengan dingin dia berkata:

"Kau harus memberi kepuasan secukupnya untuk mereka, sebab kepuasan itu merupakan kepuasan paling akhir yang bisa mereka rasakan!"

Tiok Yap-cing mengernyitkan alis matanya.

"Kenapa bisa dibilang kepuasan yang terakhir kalinya?", dia balik bertanya.

Cui losam tertawa dingin.

"Heeeehhhh..... heeehhhh..... heeehhhhh.... kau sendiri seharusnya juga tahu, adapun kedatangan mereka kali ini bukan untuk membunuh, melainkan hanya datang untuk menghantar kematian sendiri!"

"Menghantar kematian sendiri?"

"Kalau Thi-hou yang tangguhpun bisa disingkirkan oleh A-kit. Merekapun pasti ikut terbunuh pula di tangannya!"

Kali ini Tiok Yap-cing tertawa, katanya:

"Waaahhhh........rupa-rupanya dalam persoalan apapun aku tak mungkin bisa mengelabui dirimu!"

Cui losam kembali mendengus.

"Hmmm. Aku bisa hidup sampai sekarang, semuanya bukanlah menggantungkan pada nasib!"

"Oleh karena itu kau pasti bisa hidup lebih jauh!"

"Hammm!", Cui losam cuma mendengus.

"Lagi pula akupun menjamin kehidupanmu selanjutnya pasti akan jauh lebih bahagia daripada kehidupanmu yang lewat!", Tiok Yap-cing menambahkan lebih jauh.

"Oya?"

"Oleh karena itu sekalipun orang lain mati karena nasibnya buruk, kaupun tak usah merasa terlampau sedih"

Sekali lagi Cui losam menatapnya tajam-tajam, lama, lama sekali, pelan-pelan ia baru berkata:

"Walaupun aku turut serta dalam golongan Hek-sat, tapi orang-orang itu bukanlah terhitung teman-temanku"

"Tentu saja mereka masih belum pantas untuk menjadi sahabatmu!"

"Pada hakekatnya aku memang tak berteman, seorang temanpun tidak kumiliki, karena selamanya aku tak pernah percaya kepada siapapun juga!"

Dengan cepat Tiok Yap-cing dapat memahami maksud sesungguhnya dari perkataan itu.

"Oleh karena itu kaupun tidak terlalu percaya terhadap apa yang kuucapkan sekarang!", sambungnya.

Cui losam tertawa dingin.

"Tapi kau tak perlu kuatir", sambung Tok Yap-cing lebih jauh, "aku dapat memberi jaminan kepadamu!"

"Jaminan apa?"

"Apapun yang kau kehendaki pasti akan kupenuhi!"

"Aku menghendaki agar kau menulis sepucuk surat keterangan yang isinya menerangkan bahwa kau telah suruh aku melaksanakan pekerjaan itu......!"

"Boleh!", Tiok Yap-cing segera menyanggupi tanpa berpikir panjang lebih jauh.

"Aku minta agar sebelum tengah hari besok, kau musti setor uang sebesar sepuluh laksa tahil perak ke dalam bank 'Lip-gwan' atas nama pribadi!"

"Boleh!"

Pelan-pelan Cui losam mengalihkan sorot matanya ke atas bahu Ki-ling yang telanjang kemudian menambahkan:

"Dan akupun menghendaki perempuan ini!"

Sekali lagi Tiok Yap-cing tertawa.

"Aaaahhhh.....! Kalau cuma urusan itu sih gampang, sekarang juga kau boleh membawanya pergi!"

Tiba-tiba ia menyingkap kain selimut yang menutupi tubuh Ki-ling.

Ketika angin dingin berhembus masuk dari luar jendela, tiba-tiba tubuh perempuan itu kembali bergetar keras seperti seekor ular.

Tiba-tiba saja Cui losam merasakan segulung hawa panas menyembur naik ke dalam tenggorokannya, ternyata bagian lain dari perempuan ini jauh lebih indah dan mempesonakan dari pada apa yang dibayangkan semula......

Sekujur tubuh Ki-ling gemetar semakin keras, sepasang pahanya dikempit kencang-kencang.

Menyaksikan adegan yang begitu merangsang dan menggairahkan, Cui losam merasakan tenggorokannya seakan-akan sudah tercekik kencang.

Pada saat itulah, tiba-tiba selimut disingkap orang lagi, menyusul kemudian serentetan cahaya pedang berkelebat lewat. Tahu-tahu sebilah pedang sudah menusuk di atas tenggorokannya.

Sepasang matanya segera menongol ke luar, melotot ke wajah Tiok Yap-cing tanpa berkedip.

Para muka Tiok Yap-cing sama sekali tidak berubah, hanya ujarnya dengan hambar:

"Tentunya kau tak pernah menyangka kalau aku masih bisa mempergunakan pedang!"

Dari tenggorokan Cui losam hanya memperdengarkan suara gemuruh yang mengerikan, sepatah katapun sudah tak mampu diucapkan lagi.

Ia bisa hidup sampai sekarang sesungguhnya sudah merupakan suatu perjuangan yang tidak gampang, ternyata kali ini ia mampus dengan cara yang begitu gampang.

Di ujung pedang itu masih ada noda darah.

Tiba-tiba Ki-ling menghela napas lagi, katanya:

"Bukan hanya dia yang tidak menyangka, bahkan aku sendiripun tidak pernah mengira!"

"Kau tidak mengira kala aku bisa mempergunakan pedang?", Tiok Yap-cing berkata.

"Kau bukan saja pandai menggunakan pedang, lagi pula pasti adalah seorang jago lihay!"

Tiok Yap-cing tertawa dingin.

"Heeehhhh.....heeehhhh....heeehhhhh....sekarang tentunya kau sudah mengerti, bukan saja aku adalah seorang jago, bahkan merupakan jago diantara jago lihay"

Tiba-tiba sinar mata Ki-ling memancarkan inar takut dan ngeri, sambil menubruk ke depan dan menempelkan tubuhnya yang telanjang di atas tubuhnya ia memohon:

"Tapi kau tentunya sudah tahu bukan bahwa aku tak akan membocorkan rahasiamu, aku seakan-akan sudah tahu kalau kau tak akan menghadiahkan tubuhku untuk orang lain!"

Tiok Yap-cing termenung agak lama, akhirnya ia memeluk pinggangnya dan menjawab dengan lembut:

"Aku mengerti!"

Ki-ling menghembuskan napas panjang.

"Asal kau bersedia mempercayaiku, pekerjaan apapun jua pasti akan kulakukan untukmu!", bisiknya.

"Sekarang aku justru mempunyai sebuah tugas penting yang harus kau lakukan!"

"Pekerjaan apakah itu?"

"Gantikan kedudukan Han toa-nay-nay untuk melayani saudara-saudara dari kelompok Hek-sat, berusahalah mencari akal agar mereka merasa puas dalam segala hal, dengan begitu mereka baru bersedia menjual nyawanya demi Toa-tauke, mengadu jiwa untuk membunuh, A-kit pun pasti tak akan melepaskan mereka!"

Tiba-tiba ia berkata lagi sambil tertawa:

"Cuma semua persoalan itu adalah pekerjaan untuk besok sore, sekarang tentu saja kita masih ada pekerjaan lain yang harus diselesaikan dengan segera!"

Bila seorang perempuan benar-benar berhasil kau taklukkan, dia memang bersedia pula untuk melakukan semua pekerjaan yang kau perintahkan kepadanya.

ooo)O(ooo

Ketika Ki-ling sadar kembali, ia merasakan sekujur tubuhnya lemas tak bertenaga, pinggangnya terasa linu dan amat sakit, bahkan hampir saja sepasang matanya tak sanggup dipentangkan kembali.

Menanti sepasang matanya betul-betul sudah terpentang lebar, ia baru mengetahui bahwa Tiok Yap-cing telah tiada di sisi pembaringan lagi, sementara noda darah dan mayat yang semula membujur dan mengotori lantai, kini sudah lenyap tak berbekas.

Lam sekali dia menyembunyikan kembali tubuhnya di balik selimut, seakan-akan sedang teringat kembali kegilaan dan kehangatan permainan mereka semalam.

Tapi menanti ia sudah merasa yakin bahwa Tiok Yap-cing betul-betul sudah tidak berada di rumah tersebut, dengan cepatnya dia melompat bangun, hanya menutupi tubuhnya dengan selembar jubah panjang dan bertelanjang kaki dia lari keluar dari pintu ruangan.

Tapi begitu pintu dibuka dan ia bermaksud melangkah keluar dari situ, dengan cepat perempuan itu berdiri tertegun.

Apa yang ia lihat di situ?

Mungkinkah ada sesuatu yang mengerikan hatinya atau suatu pemandangan yang membuatnya terperanjat?

Ternyata seorang kakek bertubuh bungkuk yang rambutnya telah berubah semua telah berdiri angker di luar pintu.

Seluruh wajahnya penuh bercodet, mukanya seram dan mengerikan, sekulum senyuman yang aneh dan misterius selalu menghiasi ujung bibirnya hingga membuat kakek itu tampak begitu seram dan menggidikkan hati siapapun jua.

Ketika itu dia sedang mengawasi ke arahnya dengan sinar mata yang cukup mendirikan bulu roma orang.

Ki-ling menjerit lengking saking kagetnya.

"Aaaahhhhh......! Siapa........siapakah kau.........?", teriaknya keras-keras.

Bukan potongan tubuhnya atau mimik wajahnya saja yang tampak menggidikkan hati, ternyata suara dari kakek bungkuk itu jauh lebih parau, lebih dingin dan mengerikan daripada Cui-losam.

"Heeehhhh...... heeeeehhhhh..... heeeehhhhh..... aku sengaja datang untuk menyampaikan kabar penting untukmu!", jawabnya kemudian.

Ki-ling menarik napas panjang-panjang. Ia berusaha keras untuk menenangkan hatinya yang berdebar cepat serta pikirannya yang makin kalut itu.

Sesaat kemudian, ketika perasaannya berhasil ditenangkan kembali, ia baru bertanya:

"Kabar berita apakah itu?"

"Saudara-saudara dari Hek-sat telah datang lebih pagi, sekarang mereka sedang menanti nona di gedung kediaman Han toa-nay-nay!"

"Apakah kau hendak menemani aku ke sana?"

Gelak tertawa kakek bungkuk itu betul-betul menakutkan.

"Heeeeehhhh......heehhhhh....heeeehhhhh.....Yap-sianseng telah berpesan, jika aku berani meninggalkan nona selangkah, maka sepasang kakiku hendak dipenggal untuk makanan anjing"

ooooOOOOoooo

Tidak ada komentar: